Dalam dunia akademik, cara parafrase menjadi salah satu keterampilan penting yang harus dikuasai oleh penulis, mahasiswa, dan peneliti. Parafrase bukan sekadar menulis ulang, melainkan juga menandakan kemampuan memahami, menginterpretasi, dan menyampaikan kembali ide dengan bahasa sendiri tanpa mengubah makna aslinya. Ketika seseorang memahami cara parafrase dengan baik, ia bukan hanya menghindari plagiarisme, tetapi juga memperkaya gaya bahasa dan memperkuat argumen ilmiahnya.
Parafrase menjadi jantung dari penulisan ilmiah karena setiap tulisan akademik pasti bersumber dari literatur yang sudah ada. Di sinilah kemampuan menulis ulang gagasan dengan bahasa baru menjadi bukti kecerdasan akademik, bukan sekadar keterampilan teknis.
Pengertian Parafrase
Secara etimologis, kata parafrase berasal dari bahasa Yunani paraphrasis, yang berarti ‘menyatakan kembali dengan kata-kata lain’. Dalam konteks linguistik, parafrase berarti mengungkapkan kembali suatu gagasan dengan struktur dan pilihan kata yang berbeda tanpa mengubah maknanya. Menurut Keraf (1980) dalam Diksi dan Gaya Bahasa, parafrase adalah proses pengalihan bentuk dari teks yang sudah ada menjadi bentuk lain yang sepadan secara makna namun berbeda secara bentuk bahasa.
Sementara itu, menurut McCarthy (1990) dalam Vocabulary, Semantics, and Language Teaching, parafrase adalah salah satu bentuk reformulasi yang menuntut pemahaman semantik mendalam, karena setiap perubahan bentuk linguistik akan membawa kemungkinan pergeseran makna. Oleh karena itu, cara parafrase yang benar menuntut sensitivitas terhadap konteks, tata bahasa, dan makna.
Dalam praktik akademik, penulis biasanya melakukan parafrase saat menulis laporan penelitian, skripsi, atau artikel ilmiah. Tujuannya bukan hanya untuk menghindari plagiarisme, tetapi juga untuk menunjukkan kemampuan memahami teks sumber secara kritis. Parafrase yang baik bukan sekadar mengganti kata dengan sinonim, tetapi menstrukturkan ulang kalimat dengan logika dan gaya bahasa penulis.
Jenis-Jenis Parafrase
Setiap penulis memiliki cara parafrase yang berbeda tergantung pada tujuan penulisan dan kompleksitas teks sumber. Dalam kajian linguistik, beberapa jenis parafrase dapat diidentifikasi berdasarkan bentuk transformasinya.
Menurut Djajasudarma (2010) dalam Semantik: Pemahaman Ilmu Makna, parafrase dapat dibedakan menjadi enam jenis utama: parafrase ekuivalen, parafrase amplifikasi, parafrase kontraksi, parafrase generik-spesifik, parafrase keantoniman (ingkaran), dan parafrase rangkuman.
Pertama, parafrase ekuivalen dilakukan dengan mengganti struktur kalimat tanpa mengubah isi, misalnya:
Teks asli: “Bahasa mencerminkan budaya masyarakat.”
Parafrase: “Budaya suatu masyarakat tercermin melalui bahasanya.”
Kedua, parafrase amplifikasi memperluas makna dengan menambahkan informasi penjelas agar konteks lebih jelas. Misalnya, kalimat “Anak itu membaca buku” dapat diparafrase menjadi “Anak itu membaca buku cerita bergambar di ruang tamu setiap sore.”
Ketiga, parafrase kontraksi melakukan penyederhanaan atau pemadatan isi kalimat tanpa kehilangan makna utama.
Keempat, parafrase generik-spesifik mengubah hubungan makna dari umum ke khusus atau sebaliknya, seperti “Hewan itu berlari cepat” menjadi “Kucing itu berlari cepat.”
Kelima, parafrase keantoniman berarti menyatakan makna yang sama menggunakan bentuk negatif atau ingkaran, misalnya “Dia tidak bodoh” untuk menggantikan “Dia cerdas.”
Keenam, parafrase rangkuman yakni meringkas isi teks panjang menjadi kalimat singkat namun tetap mempertahankan inti pesan.
Melalui berbagai jenis ini, penulis dapat memilih cara parafrase yang paling sesuai dengan kebutuhan konteks tulisannya.
Ciri-Ciri Parafrase yang Tepat
Mengetahui cara parafrase yang benar tidak bisa dilepaskan dari pemahaman terhadap ciri-ciri parafrase yang ideal. Parafrase yang baik memiliki beberapa tanda utama: makna tetap sama, struktur kalimat berubah, dan gaya bahasa menjadi khas penulis.
Menurut Tarigan (1987) dalam Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, parafrase dikatakan berhasil apabila: (1) gagasan penulis asli tidak terdistorsi, (2) ada variasi sintaksis yang jelas, dan (3) pilihan kata menyesuaikan konteks baru tanpa kehilangan akurasi makna.
Parafrase juga harus menjaga kohesi dan koherensi teks. Kohesi berarti keterpautan bentuk antarunsur kalimat, sedangkan koherensi menandakan keterpaduan makna antarbagian teks. Dalam hal ini, kemampuan menggunakan konjungsi, kata ganti, dan pengulangan semantis menjadi sangat penting.
Misalnya, penulis tidak boleh sekadar mengganti sinonim tanpa memperhatikan nuansa makna. Kata “menyimak” dan “mendengar” memiliki perbedaan konteks, sehingga tidak bisa selalu dipertukarkan. Kesalahan seperti ini membuat parafrase kehilangan presisi semantik. Oleh karena itu, latihan membaca teks dengan cermat dan memahami makna leksikal maupun gramatikal menjadi bagian dari cara parafrase yang efektif.
Tujuan Parafrase
Parafrase memiliki beberapa tujuan yang berkaitan erat dengan etika akademik, pengembangan kemampuan berpikir kritis, dan kejelasan komunikasi ilmiah.
Pertama, tujuan utamanya adalah menghindari plagiarisme. Ketika seorang penulis menyalin ide orang lain tanpa menyebutkan sumber, ia telah melanggar etika ilmiah. Parafrase memungkinkan kita untuk menuliskan kembali ide tersebut dengan bahasa sendiri sembari tetap menghormati sumber aslinya melalui sitasi.
Kedua, parafrase bertujuan mempermudah pemahaman pembaca. Tidak semua teks sumber ditulis dengan gaya yang mudah dipahami. Dengan memparafrasekannya, penulis dapat menyederhanakan konsep rumit menjadi lebih jelas tanpa mengubah makna.
Ketiga, parafrase juga membantu membangun gaya bahasa akademik yang mandiri. Dalam menulis ilmiah, identitas intelektual penulis tampak dari cara ia menafsirkan sumber dan mengekspresikannya kembali.
Seperti yang dikemukakan oleh Badger & White (2000) dalam A Process Genre Approach to Teaching Writing, kemampuan parafrase merupakan indikator kematangan penulis akademik, karena menunjukkan sejauh mana ia memahami struktur logika dan retorika dalam tulisan.
Dengan demikian, memahami cara parafrase bukan hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga bagian dari proses intelektual dalam membangun argumen dan identitas akademik.
Teknik dan Strategi Efektif dalam Parafrase
Dalam praktiknya, cara parafrase yang efektif dapat dilakukan melalui beberapa langkah strategis.
Pertama, baca teks sumber dengan cermat untuk memahami makna keseluruhan, bukan sekadar kalimat per kalimat. Kedua, tuliskan kembali gagasan utama dengan bahasa sendiri tanpa melihat teks asli untuk menghindari kesamaan struktur. Ketiga, bandingkan hasil tulisan dengan sumber untuk memastikan makna tetap sama.
Menurut Booth, Colomb, dan Williams (2003) dalam The Craft of Research, strategi parafrase terbaik adalah mengkombinasikan antara reformulasi sintaktik dan substitusi leksikal. Reformulasi sintaktik berarti mengubah struktur kalimat (misalnya dari kalimat aktif menjadi pasif atau sebaliknya), sedangkan substitusi leksikal berarti mengganti kata dengan padanan makna yang sesuai konteks.
Contoh:
Teks asli: “Media sosial memengaruhi cara manusia berkomunikasi secara signifikan.”
Parafrase: “Perkembangan media sosial telah mengubah pola komunikasi manusia secara mendalam.”
Dalam contoh tersebut, struktur kalimat dan pilihan kata berubah, tetapi makna inti tetap sama.
Selain itu, penting juga memahami perbedaan antara parafrase dan kutipan. Kutipan biasanya untuk menampilkan pernyataan langsung dari sumber, sedangkan parafrase lebih menekankan pada pemahaman dan interpretasi penulis terhadap ide sumber.
Kesalahan Umum dalam Parafrase
Meskipun terlihat sederhana, banyak penulis yang masih melakukan kesalahan saat melakukan parafrase. Kesalahan paling umum adalah mengganti kata per kata tanpa memperhatikan struktur kalimat. Ini disebut patchwriting—suatu bentuk parafrase yang terlalu dekat dengan teks asli dan dapat dikategorikan sebagai plagiarisme.
Kesalahan lainnya adalah mengubah makna teks asli karena kurang memahami konteks. Misalnya, menafsirkan “linguistic relativity” sebagai “keterkaitan linguistik” padahal konsep itu merujuk pada hubungan antara bahasa dan cara berpikir.
Cara parafrase yang baik harus menghindari dua ekstrem: terlalu mirip dengan teks sumber atau terlalu jauh hingga mengubah maknanya. Seimbang antara keaslian ekspresi dan kesetiaan terhadap makna menjadi kunci utama.
Pentingnya Parafrase dalam Penulisan Akademik Modern
Dalam era digital saat ini, di mana akses informasi sangat mudah, kemampuan melakukan parafrase yang tepat menjadi semakin penting. Banyak mahasiswa dan penulis tergoda untuk menyalin informasi dari internet tanpa memahami substansinya. Padahal, dengan menguasai cara parafrase, seseorang bisa menulis ulang ide yang sama dengan cara yang lebih bernilai dan reflektif.
Selain aspek etika, parafrase juga berperan dalam pembelajaran aktif. Dalam proses menulis ulang, penulis harus memahami isi teks secara mendalam, menganalisis struktur argumen, dan menyesuaikannya dengan gaya bahasa sendiri. Dengan demikian, parafrase menjadi sarana efektif untuk melatih kemampuan berpikir kritis dan reflektif.
Dalam konteks linguistik dan literasi, parafrase juga membantu memperluas kompetensi semantik dan sintaktik penulis. Penulis belajar bagaimana satu makna bisa diekspresikan dengan berbagai bentuk bahasa tanpa kehilangan substansi. Ini adalah bagian penting dari kecakapan akademik abad ke-21.
Kesimpulan
Menguasai cara parafrase bukan hanya penting untuk menghindari plagiarisme, tetapi juga untuk menunjukkan kematangan berpikir dan kemampuan berbahasa akademik. Parafrase adalah bentuk penghormatan terhadap karya orang lain sekaligus bukti bahwa penulis memahami dan mampu mengolah pengetahuan yang ia baca.
Dengan memahami pengertian, jenis, ciri, tujuan, serta tekniknya, penulis dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih orisinal, komunikatif, dan bermakna. Di tengah derasnya arus informasi, parafrase bukan sekadar keterampilan teknis, melainkan juga refleksi dari integritas akademik dan kedalaman pemahaman.