Kultum Singkat tentang Adab: Kunci Akhlak Mulia dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam Artikel Ini

Di tengah derasnya arus informasi dan modernisasi, isu tentang keutamaan ilmu seringkali mendominasi wacana pendidikan dan dakwah. Namun, sering terlupakan bahwa di atas ilmu, terdapat mahkota yang jauh lebih mulia dan menentukan nilai sejati seorang Muslim: Adab dan Akhlak Mulia. Adab adalah fondasi peradaban Islam; ia adalah cerminan batin seseorang yang telah disinari oleh iman. Artikel ini akan menyajikan secara mendalam sebuah contoh kultum singkat yang mengangkat tema Adab: Kunci Akhlak Mulia dalam Kehidupan Sehari-hari. Kami akan mengupas mengapa adab ditempatkan lebih tinggi dari ilmu, menelusuri misi kenabian Muhammad Saw. sebagai penyempurna akhlak, dan menyajikan poin-poin adab praktis yang harus kita terapkan. Selanjutnya, Anda akan menemukan teks kultum yang utuh, yang dapat menjadi inspirasi dakwah Anda dalam menyeru kebaikan budi pekerti.

Pentingnya Adab

Para ulama salaf memiliki ungkapan yang sangat masyhur dan penuh makna: “Kami mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu.” Ungkapan ini menunjukkan betapa tinggi kedudukan adab dalam hierarki keilmuan Islam.

Allah mengutus Nabi Muhammad Saw. bukan hanya untuk mengajarkan ibadah ritual, melainkan untuk menyempurnakan budi pekerti manusia. Misi ini dijelaskan secara gamblang dalam sabda beliau:

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. Al-Bukhari)

Hadis ini menempatkan akhlak sebagai puncak risalah kenabian. Sempurnanya iman seorang Muslim diukur dari sempurnanya akhlak mereka. Semakin baik interaksi seseorang dengan Allah (ibadah) dan dengan sesama manusia (muamalah), semakin sempurna imannya. Akhlak yang mulia adalah bukti nyata bahwa ilmu dan ibadah yang dilakukan telah berhasil memperbaiki kualitas batin seseorang.

Kelak di hari kiamat, timbangan amal seseorang tidak hanya diisi dengan shalat dan puasa. Timbangan terberat justru terletak pada kualitas akhlak.

Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada Hari Kiamat daripada akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi)

Kualitas hubungan kita dengan manusia, bagaimana kita berbicara kepada orang tua, guru, tetangga, hingga kepada orang yang membenci kita, itulah yang menjadi penentu berat ringannya timbangan amal kita. Adab adalah wujud nyata dari iman yang bersemi dalam tindakan sehari-hari.

Contoh Kultum Singkat tentang Adab

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wabihi nasta’inu ‘ala umuriddunya waddin. Wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiyai wal mursalin, Sayyidina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Hadirin jamaah sekalian, puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul dalam majelis yang insyaallah penuh berkah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad Saw.

Hari ini, izinkan saya menyampaikan kultum singkat tentang nilai tertinggi seorang Muslim, yaitu Adab dan Akhlak Mulia. Jika kita ingin dimuliakan di sisi Allah dan dicintai oleh sesama manusia, maka kuncinya bukanlah seberapa banyak harta atau setinggi apa jabatan kita, melainkan seberapa baik adab kita. Adab adalah pakaian jiwa, yang tanpanya, keilmuan dan kekayaan akan terasa hampa.

Saudara-saudaraku, Muslimin dan Muslimat,

Adab adalah perwujudan dari iman. Ia adalah buah dari ilmu yang bermanfaat. Seorang yang berilmu namun minim adab, ilmunya bisa menjadi bumerang bagi dirinya dan orang lain. Sebaliknya, seorang yang mungkin ilmunya terbatas, namun adabnya luar biasa, ia akan dihormati dan dicintai.

Pertama: Adab kepada Allah dan Rasul-Nya. Adab tertinggi adalah adab kepada Sang Pencipta. Bentuk adab ini adalah: mengagungkan perintah-Nya, menjaga shalat lima waktu tepat pada waktunya, menjauhi larangan-Nya, dan berhati-hati dalam setiap ucapan tentang agama-Nya. Adab kepada Rasulullah adalah dengan mencintai, meneladani sunnahnya, dan bershalawat atas beliau. Inilah inti dari ketakwaan.

Kedua: Adab kepada Orang Tua dan Guru. Adab kita kepada orang tua adalah tolok ukur akhlak kita kepada manusia. Allah menempatkan perintah berbuat baik kepada orang tua setelah perintah beribadah kepada-Nya.

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23)

Berbuat baik (ihsan) di sini mencakup adab lisan (tidak berkata ah), adab sikap (merendahkan diri), dan adab pelayanan. Begitu pula adab kepada guru, yang merupakan pewaris ilmu para Nabi. Tanpa adab, ilmu yang kita dapatkan tidak akan berkah.

Ketiga: Adab kepada Sesama dan Lingkungan. Akhlak mulia yang paling nyata adalah husnul khuluq (berakhlak baik) dalam interaksi sehari-hari. Yaitu berwajah ceria, berkata lembut, menjaga lisan dari ghibah dan fitnah, serta tidak mencela.

Rasulullah Saw. ditanya, “Amalan apa yang paling banyak memasukkan orang ke surga?” Beliau menjawab: “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi). Akhlak baik bahkan mampu menyamai derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat malam.

Hikmah Menjaga Lisan dan Adab

Lisan adalah penentu utama akhlak. Banyak hadis yang menekankan bahaya lisan yang tidak terjaga, sebab dari lisan bisa muncul kebaikan yang menyelamatkan atau keburukan yang menjerumuskan. Adab lisan mencakup berbicara dengan lembut (qaul kariman), terutama kepada orang tua, atasan, dan orang yang lebih tua; menghindari ghibah dan namimah agar kehormatan diri dan orang lain tetap terjaga; serta berbicara seperlunya dengan mengisi lisan melalui zikir atau diam jika tidak ada hal baik yang bisa diucapkan. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Selain itu, adab sosial merupakan cerminan kerendahan hati yang sesungguhnya. Sikap ini berarti mendahulukan kepentingan orang lain di atas diri sendiri (itsar), tidak sombong, serta tidak meremehkan siapa pun. Contoh nyata dari adab sosial terlihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti adab di majelis — tidak memotong pembicaraan dan memberi tempat duduk kepada yang datang —, adab di jalan — menyingkirkan gangguan atau hal yang bisa membahayakan orang lain —, serta adab bertetangga dengan saling membantu dan tidak menimbulkan gangguan.

Para ulama terdahulu juga mengajarkan bahwa keberkahan ilmu sangat bergantung pada adab. Adab dalam mencari ilmu meliputi menghormati guru dengan mendengarkan secara saksama, tidak menyela, dan berinteraksi dengan penuh takzim; membersihkan niat dengan menjadikan tujuan menuntut ilmu semata-mata untuk mencari ridha Allah dan menghilangkan kebodohan, bukan untuk berbangga diri; serta menjaga adab terhadap kitab dengan memuliakan dan menjaga kebersihannya. Dengan demikian, adab bukan hanya pelengkap perilaku, tetapi inti dari akhlak mulia yang membentuk kepribadian beriman dan berilmu.

Saudara-saudaraku, mari kita bertekad menjadikan adab sebagai prioritas di atas segalanya. Perbaikilah cara kita berbicara, cara kita menatap, cara kita berjalan, dan cara kita berinteraksi. Karena kemuliaan sejati seorang Muslim tidak diukur dari gelar dan jabatan, melainkan dari keindahan budi pekertinya.

Semoga Allah Swt. senantiasa membimbing kita untuk meneladani akhlak mulia Nabi Muhammad Saw. dan menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang memiliki adab terbaik.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Penutup

Semoga kultum singkat ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus-menerus memperbaiki budi pekerti. Mari kita bertekad untuk menjadi Muslim yang tidak hanya kaya akan ilmu dan ibadah ritual, tetapi juga berhiaskan adab dan akhlak yang mulia, karena itulah jalan pintas menuju kecintaan Allah dan Rasul-Nya, serta gerbang menuju surga-Nya.