Konjungsi Pertentangan: Pengertian, Jenis, Aturan Penulisan, dan Contoh Kalimat Lengkap

Dalam Artikel Ini

Konjungsi pertentangan membentuk kesatuan makna dalam struktur bahasa. Kata hubung atau konjungsi adalah kelas kata yang menghubungkan satuan-satuan linguistik, baik kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, hingga kalimat dengan kalimat. Konjungsi berfungsi menciptakan kohesi dan koherensi, memastikan ide-ide mengalir logis dan terpadu. Tanpa konjungsi, wacana terdengar terputus-putus dan sulit kita pahami, menyerupai serangkaian pernyataan tanpa jembatan penghubung.

Di antara berbagai jenis konjungsi, konjungsi pertentangan memegang posisi unik dan sentral. Konjungsi ini adalah kata hubung yang penulis gunakan untuk menggabungkan dua unsur kalimat atau lebih yang menyatakan kontras, perlawanan, atau pertentangan makna. Kata-kata ini menyajikan dua ide yang berlawanan, tetapi tetap berada dalam satu kesatuan sintaksis atau semantis. Kehadiran konjungsi pertentangan sangat vital karena membantu kita menyajikan argumen yang seimbang, menampilkan pengecualian, atau menyoroti inkonsistensi. Penggunaan konjungsi ini menandakan tingkat kompleksitas berpikir; penulis atau pembicara mampu melihat adanya dua sisi berlawanan dari suatu isu, lalu menyajikan keduanya secara simultan dalam alur logis. Konteks akademik sangat membutuhkan konjungsi pertentangan saat kita membahas hasil untuk menyeimbangkan temuan, membandingkan teori, atau mendiskusikan batasan penelitian.

Jenis-Jenis Utama Konjungsi Pertentangan

Konjungsi pertentangan tidak hanya muncul dalam satu bentuk. Para penulis mengklasifikasikannya berdasarkan cakupan atau fungsi sintaksisnya dalam kalimat. Secara umum, para ahli membagi konjungsi ini berdasarkan apakah ia menghubungkan unsur yang setara (koordinatif) atau unsur yang tidak setara (subordinatif).

1. Konjungsi Pertentangan Koordinatif

Jenis ini menghubungkan dua unsur yang kedudukannya setara dalam kalimat, umumnya berupa klausa independen. Fungsi utamanya adalah menyajikan perlawanan yang setara antara dua pernyataan. Konjungsi koordinatif paling umum dalam kategori ini adalah “tetapi” dan “melainkan.” Kita juga menemukan konjungsi “padahal.”

  • “Tetapi”: Konjungsi ini menyatakan pertentangan antara klausa pertama dan klausa kedua. Klausa pertama biasanya merupakan pernyataan, dan klausa kedua menyajikan situasi yang berlawanan atau tidak terduga. Contoh: Ia sudah belajar semalaman, tetapi hasil ujiannya tetap kurang memuaskan.
  • “Melainkan”: Penulis menggunakan konjungsi ini untuk mengoreksi atau meniadakan klausa pertama, yang biasanya menggunakan negasi (“bukan”), lalu menyajikan klausa kedua sebagai kebenaran sesungguhnya. Contoh: Masalah ini bukan disebabkan oleh faktor internal, melainkan oleh adanya intervensi eksternal.
  • “Padahal”: Konjungsi ini menunjukkan fakta atau keadaan yang bertentangan dengan apa yang kita harapkan dari pernyataan sebelumnya. Penulis sering menggunakannya untuk menghubungkan dua kalimat berdekatan atau dua klausa dalam kalimat majemuk setara. Contoh: Dia mengaku tidak memiliki uang, padahal baru saja mendapat bonus besar dari perusahaannya.

2. Konjungsi Pertentangan Subordinatif (Konsesif)

Konjungsi ini menghubungkan klausa induk (utama) dengan klausa anak (subordinat). Klausa anak menyajikan hubungan konsesif atau pengakuan; meskipun suatu hal kita akui, hasil utamanya tetap berlawanan. Penulis sering menyebut konjungsi ini sebagai konjungsi konsesif karena ia menyatakan pertentangan yang lebih kompleks. Kata-kata yang termasuk dalam jenis ini meliputi “meskipun,” “walaupun,” “sekalipun,” “kendati,” dan “biarpun.”

  • “Meskipun/Walaupun”: Konjungsi ini menyatakan bahwa pernyataan di klausa anak tidak memengaruhi pernyataan di klausa utama. Kita mengakui adanya suatu kondisi di klausa anak (misalnya, kesulitan), tetapi hasil di klausa utama (misalnya, keberhasilan) tetap terjadi. Contoh: Meskipun cuaca sangat buruk, jadwal penerbangan tetap berlangsung sesuai rencana.

Aturan Penulisan Konjungsi Pertentangan dalam Bahasa Indonesia Baku

Penulisan baku bahasa Indonesia, terutama dalam karya ilmiah, menuntut kita mengikuti kaidah ketat mengenai konjungsi pertentangan untuk menjaga kejelasan sintaksis dan stilistika. Alwi, dkk. (2003) menekankan bahwa konjungsi intrakalimat memiliki posisi tetap.

Aturan Penggunaan Koma dan Posisi Konjungsi

  1. Aturan Penggunaan Koma (Intrakalimat):

    Kita harus mendahului konjungsi koordinatif “tetapi” dan “melainkan” dengan tanda koma (,) saat menghubungkan klausa-klausa setara. Aturan ini membantu pembaca membedakan dua ide yang setara namun kontras.

    • Contoh Tepat: Penelitian ini menunjukkan korelasi yang signifikan, tetapi, hasilnya belum dapat digeneralisasi pada populasi yang lebih luas.
    • Contoh Tepat: Keputusan itu bukan didasarkan pada emosi, melainkan pada pertimbangan data empiris yang kuat.

      Selain itu, konjungsi subordinatif seperti “meskipun” atau “walaupun” akan diikuti koma jika klausa anak tersebut mendahului klausa induk.

    • Contoh: Meskipun data awal menunjukkan anomali, kita tetap melanjutkan penelitian ini.
  2. Larangan Konjungsi Intrakalimat di Awal Kalimat:

    Kaidah tata bahasa baku melarang kita menggunakan konjungsi intrakalimat (seperti “tetapi,” “melainkan,” “padahal”) di awal kalimat sebagai penghubung antarkalimat. Konjungsi ini menghubungkan unsur di dalam satu kalimat yang sama.

    Jika kita ingin menunjukkan pertentangan antara kalimat pertama dan kedua, kita harus menggunakan konjungsi antarkalimat yang bermakna kontras, seperti “Namun,” “Akan tetapi,” atau “Meskipun demikian.” Konjungsi antarkalimat ini selalu diikuti oleh tanda koma.

    • Contoh Tepat: Subjek menunjukkan peningkatan performa. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada kelompok kontrol.
  3. Kekhasan “Melainkan”:

    Konjungsi “melainkan” selalu muncul setelah adanya unsur negasi atau peniadaan di klausa pertama (seperti kata bukan atau tidak). Konjungsi ini berfungsi menegaskan bahwa klausa pertama salah, dan klausa kedua benar. Kita tidak menggunakan “melainkan” tanpa negasi.

Pentingnya Konjungsi Pertentangan dalam Koherensi Wacana

Konjungsi pertentangan adalah instrumen esensial untuk membangun koherensi wacana, khususnya dalam tulisan argumentatif dan analitis. Dalam karya ilmiah, penulis sering harus mengontraskan, membandingkan, atau menyajikan temuan bersamaan dengan keterbatasan atau pengecualiannya. Di sinilah konjungsi pertentangan berperan sebagai penyeimbang.

Menurut Ramlan (1987), konjungsi (termasuk konjungsi pertentangan) adalah penanda hubungan semantik yang sangat penting dalam sebuah kalimat majemuk. Penggunaan yang tepat menunjukkan bahwa penulis mengontrol penuh alur logikanya. Penulis tidak hanya menyajikan satu sisi fakta, tetapi juga sisi kontradiktifnya tanpa kehilangan fokus. Dalam diskusi hasil penelitian, misalnya, peneliti mungkin menemukan bahwa intervensi berhasil (klausa pertama), tetapi keberhasilan itu hanya bersifat jangka pendek (klausa kedua). Konjungsi “tetapi” secara efektif menggabungkan kedua fakta ini, memberikan pandangan yang lebih jujur dan mendalam. Ini menghindarkan pembaca dari kesimpulan yang terlalu sederhana atau bias.

Selain itu, konjungsi konsesif (“meskipun,” “walaupun”) memungkinkan penulis mengakui adanya variabel atau kondisi yang berpotensi menghalangi argumen utama, namun menegaskan bahwa argumen utama tetap berlaku. Ini adalah teknik yang sangat kuat dalam retorika ilmiah, karena menunjukkan bahwa penulis telah mempertimbangkan keberatan yang ada. Contoh: Walaupun ukuran sampel yang kita gunakan relatif kecil, temuan kualitatif dari wawancara mendalam memperkuat validitas hasil penelitian ini. Kalimat ini mengakui keterbatasan (sampel kecil) sekaligus mempertahankan kekuatan argumen (temuan kualitatif).

Contoh Lengkap Penggunaan Konjungsi Pertentangan

 

Konjungsi Jenis Contoh Kalimat Keterangan
tetapi Koordinatif Analisis data menunjukkan peningkatan, tetapi, anomali pada subjek tunggal tetap harus dipertimbangkan. Menghubungkan dua klausa setara yang kontras, didahului koma.
melainkan Koordinatif Model teoritis itu bukan didasarkan pada asumsi linier, melainkan pada hubungan variabel yang bersifat non-linier. Menghubungkan klausa setara, selalu didahului negasi (‘bukan’) dan koma.
padahal Koordinatif Kebijakan baru itu diklaim menaikkan produktivitas, padahal, data triwulan terakhir menunjukkan penurunan drastis. Menyatakan pertentangan antara harapan dan fakta sesungguhnya.
meskipun Subordinatif Meskipun hipotesis awal ditolak, penelitian ini berhasil membuka perspektif baru dalam pengujian variabel X. Klausa anak mendahului klausa induk, maka kita gunakan koma.
walaupun Subordinatif Para ahli setuju dengan hasil temuan ini, walaupun ada perbedaan kecil dalam interpretasi metodologi. Klausa anak mengikuti klausa induk, sehingga koma di awal konjungsi tidak kita perlukan.
Akan tetapi Antarkalimat Mayoritas responden setuju dengan proposal tersebut. Akan tetapi, hasil survei mendalam menunjukkan adanya resistensi di tingkat pelaksana. Kita gunakan ini di awal kalimat kedua untuk menghubungkan pertentangan antarkalimat.

Kesimpulan

Konjungsi pertentangan adalah pilar penting dalam tata bahasa yang memfasilitasi komunikasi ide kompleks dan nuansial. Mulai dari konjungsi koordinatif seperti “tetapi” dan “melainkan” yang menunjukkan perlawanan setara, hingga konjungsi subordinatif “meskipun” dan “walaupun” yang menampilkan hubungan konsesif, semuanya berperan menciptakan wacana yang kohesif. Penguasaan cermat terhadap aturan penulisannya adalah tanda kemahiran berbahasa profesional dan akademis. Pada akhirnya, konjungsi pertentangan memungkinkan kita menyajikan realitas yang penuh kontras dan kompleks secara logis dan terstruktur.