Jenis-Jenis Adjektiva: Adjektiva Kualitatif, Kuantitatif, dan Relatif Lengkap dengan Contoh

Dalam Artikel Ini

 

Bahasa tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga cermin cara berpikir manusia. Melalui bahasa, kita mengungkapkan pengalaman, emosi, dan penilaian terhadap dunia di sekitar. Dalam hal ini, adjektiva atau kata sifat memainkan peran penting karena berfungsi untuk memberikan warna, nuansa, dan karakter pada nomina (kata benda) yang diterangkan. Adjektiva tidak hanya menjawab pertanyaan “seperti apa sesuatu itu,” tetapi juga membantu manusia mengklasifikasi realitas berdasarkan kesan, ukuran, nilai, dan kualitas.

Dalam studi tata bahasa Indonesia, adjektiva menjadi salah satu kelas kata utama yang berperan dalam pembentukan makna deskriptif. Meskipun penggunaannya tampak sederhana dalam keseharian—seperti “cantik,” “tinggi,” “banyak,” atau “penting”—secara linguistik adjektiva memiliki kategori dan sifat yang beragam. Berdasarkan sifat dan hubungannya dengan nomina, para ahli bahasa seperti Ramlan (2001), Kridalaksana (2008), dan Chaer (2012) membagi adjektiva menjadi beberapa jenis. Di antara klasifikasi yang paling umum dibahas adalah adjektiva kualitatif, adjektiva kuantitatif, dan adjektiva relatif.

Tulisan ini akan menguraikan secara mendalam tiga jenis adjektiva tersebut, dengan contoh dan penjelasan fungsionalnya dalam konteks bahasa Indonesia. Selain itu, pembahasan ini juga akan mengaitkan pandangan dari beberapa ahli linguistik Indonesia untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang posisi adjektiva dalam struktur bahasa.

 Pengertian Umum Adjektiva

Secara etimologis, istilah adjektiva berasal dari bahasa Latin adiectivum, yang berarti “yang ditambahkan.” Artinya, adjektiva merupakan kata yang ditambahkan pada nomina untuk menjelaskan atau memberi sifat terhadapnya. Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., 2017: 186), adjektiva didefinisikan sebagai “kelas kata yang memberi keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat.” Dengan demikian, adjektiva berfungsi sebagai pemberi ciri atau penjelas bagi benda, orang, tempat, atau konsep yang disebutkan dalam kalimat.

Contoh sederhana:

  • Rumah itu indah.
  • Ia seorang murid yang rajin.
  • Langit tampak gelap menjelang hujan.

Dalam contoh di atas, kata indah, rajin, dan gelap merupakan adjektiva karena menjelaskan sifat dari nomina rumah, murid, dan langit. Ciri umum adjektiva adalah kemampuannya untuk:

  1. Mengikuti kata lebih, sangat, agak, paling, dan sebagainya (misalnya sangat cantik, lebih tinggi).
  2. Dapat menjadi predikat dalam kalimat tanpa memerlukan verba (misalnya Dia pintar, bukan Dia adalah pintar).
  3. Memiliki lawan makna (misalnya tinggirendah, baikburuk).

Namun, untuk memahami fungsinya secara lebih mendalam, adjektiva perlu diklasifikasikan berdasarkan makna dan hubungannya dengan kata yang diterangkan. Dari sini, muncul tiga kategori utama: kualitatif, kuantitatif, dan relatif.

Adjektiva Kualitatif

a. Definisi dan Ciri

Adjektiva kualitatif adalah kata sifat yang menunjukkan sifat atau kualitas dari suatu benda, orang, atau hal. Menurut Ramlan (2001: 76), adjektiva jenis ini digunakan untuk menyatakan ciri atau keadaan yang melekat pada sesuatu. Adjektiva kualitatif dapat menyatakan sifat fisik (seperti bentuk, warna, ukuran) maupun sifat nonfisik (seperti kepribadian, suasana hati, atau nilai moral).

Contoh adjektiva kualitatif antara lain:
besar, kecil, tinggi, pendek, manis, pahit, baik, buruk, cerdas, bodoh, rajin, malas, indah, jelek, hangat, dingin, dan sebagainya.

b. Contoh dalam Kalimat

  1. Bunga itu indah sekali di taman.
  2. Adik rajin belajar setiap malam.
  3. Air laut terasa asin.
  4. Ia dikenal sebagai orang yang baik hati.
  5. Angin pagi terasa dingin menusuk kulit.

Kata sifat di atas menggambarkan kualitas atau karakteristik tertentu yang melekat pada nomina.

c. Aspek Derivasional dan Gradasi

Adjektiva kualitatif juga dapat mengalami gradasi makna, yakni perbedaan tingkat intensitas sifat. Dalam bahasa Indonesia, hal ini sering diekspresikan melalui penggunaan kata keterangan derajat seperti sangat, agak, lebih, paling, kurang, dan sebagainya:

  • sangat cantik
  • agak dingin
  • lebih berat
  • paling cerdas

Selain itu, adjektiva kualitatif sering mengalami afiksasi dalam proses morfologis. Misalnya, bentuk dasar “rajin” dapat berubah menjadi kerajinan, sedangkan “panjang” dapat membentuk memanjangkan ketika diperlakukan sebagai verba turunan. Ini menunjukkan fleksibilitas adjektiva dalam struktur morfologis bahasa Indonesia.

d. Makna Kultural dan Relatifitas

Menariknya, adjektiva kualitatif juga sering merefleksikan nilai budaya. Misalnya, kata baik dalam konteks masyarakat Jawa tidak hanya berarti moral yang positif, tetapi juga mencakup konsep tata krama dan kesopanan. Artinya, makna adjektiva kualitatif tidak hanya linguistik, tetapi juga sosial dan kultural. Seperti yang dikemukakan Kridalaksana (2008: 152), “makna kata sifat dalam bahasa Indonesia sering kali dipengaruhi oleh konteks sosial penggunaannya.”

3. Adjektiva Kuantitatif

a. Pengertian

Jika adjektiva kualitatif berhubungan dengan sifat, maka adjektiva kuantitatif berkaitan dengan jumlah, kuantitas, atau tingkat banyaknya sesuatu. Menurut Chaer (2012: 91), adjektiva kuantitatif adalah kata sifat yang memberikan informasi mengenai ukuran atau banyaknya benda yang diterangkan. Adjektiva ini menjawab pertanyaan seperti “berapa banyak?” atau “seberapa besar?”

Contoh kata sifat kuantitatif antara lain:
banyak, sedikit, penuh, cukup, kurang, setengah, separuh, seluruh, sebagian, dan sebagainya.

b. Contoh dalam Kalimat

  1. Ia memiliki teman yang banyak.
  2. Air di gelas itu penuh.
  3. Uang yang dibawanya kurang untuk membeli tiket.
  4. Hanya sebagian siswa yang hadir tepat waktu.
  5. Pekerjaan itu membutuhkan tenaga yang cukup besar.

Dalam contoh tersebut, adjektiva menunjukkan jumlah atau tingkat suatu hal, bukan sifatnya.

c. Perbedaan dengan Numeralia

Perlu dibedakan antara adjektiva kuantitatif dengan numeralia (kata bilangan). Numeralia seperti dua, lima, sepuluh bersifat eksak dan menunjukkan jumlah pasti. Sementara adjektiva kuantitatif bersifat relatif dan tidak menunjuk angka pasti. Misalnya, kata banyak tidak memiliki batasan kuantitatif yang jelas—yang dianggap “banyak” dalam satu konteks bisa dianggap “sedikit” dalam konteks lain.

Contoh:

  • “Ia membawa banyak buku.” → tidak disebutkan jumlah pastinya.
  • “Ia membawa tiga buku.” → jumlah pasti, sehingga ini numeralia.

Dengan demikian, adjektiva kuantitatif berfungsi memberikan penilaian kuantitas secara subjektif atau kontekstual.

d. Gradasi dan Penekanan

Adjektiva kuantitatif juga dapat mengalami gradasi, misalnya:

  • sangat banyak
  • cukup sedikit
  • agak penuh

Kombinasi seperti ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia fleksibel dalam mengekspresikan tingkat kuantitas. Secara semantik, adjektiva kuantitatif sering kali menjadi jembatan antara kategori bilangan dan kategori sifat.

4. Adjektiva Relatif

a. Definisi

Adjektiva relatif merupakan jenis adjektiva yang menunjukkan perbandingan atau hubungan antara dua hal atau lebih. Menurut Kridalaksana (2008: 157), adjektiva relatif adalah kata sifat yang maknanya baru dapat dipahami melalui relasi dengan unsur lain dalam kalimat. Dengan kata lain, adjektiva ini tidak berdiri sendiri, tetapi menandai derajat perbandingan atau relasi.

Contoh umum adjektiva relatif meliputi:
lebih baik, kurang tinggi, sama besar, paling indah, sebanding, serupa, berlainan, berbeda, dan sebagainya.

b. Contoh dalam Kalimat

  1. Rumah itu lebih besar dari rumah yang lama.
  2. Nilai Dita sama tinggi dengan nilai Bima.
  3. Bunga mawar tampak lebih indah dibandingkan melati.
  4. Kedua pendapat itu berbeda arah.
  5. Pendapatan tahun ini lebih rendah daripada tahun lalu.

Adjektiva relatif menandakan hubungan perbandingan, bisa berupa lebih dari, kurang dari, atau sama dengan.

c. Struktur Perbandingan

Dalam bahasa Indonesia, perbandingan biasanya dibentuk melalui kata seperti lebih, kurang, paling, sama, sebanding, dan sebagainya. Ramlan (2001: 79) menjelaskan bahwa bentuk perbandingan ini memiliki tiga derajat:

  1. Positif: tanpa penanda perbandingan (tinggi, indah).
  2. Komparatif: dengan penanda lebih atau kurang (lebih tinggi, kurang indah).
  3. Superlatif: dengan penanda paling (paling baik, paling cepat).

Selain itu, adjektiva relatif juga bisa menandai hubungan kesamaan (sama besar, seindah), yang dalam konteks semantik mengekspresikan kesetaraan dua unsur yang dibandingkan.

d. Relativitas Makna

Adjektiva relatif sangat bergantung pada konteks pembicaraan. Misalnya, kata “lebih tinggi” dapat merujuk pada tinggi badan, kedudukan sosial, atau tingkat kesulitan. Maknanya berubah sesuai konteks kalimat. Di sinilah adjektiva relatif menampilkan sifat “terikat” secara semantis—maknanya baru lengkap ketika dikaitkan dengan unsur pembanding.

5. Perbandingan antara Ketiga Jenis Adjektiva

Untuk memahami perbedaan mendasar antara ketiga jenis adjektiva, berikut penjelasannya secara naratif:

Adjektiva kualitatif berfokus pada apa sifat suatu hal, sedangkan adjektiva kuantitatif berfokus pada seberapa banyak atau besar hal itu. Adapun adjektiva relatif menekankan bagaimana suatu hal dibandingkan dengan hal lain.
Contoh perbandingan kontekstual:

  • Buku itu berat → adjektiva kualitatif (menyatakan sifat).
  • Buku itu banyak → adjektiva kuantitatif (menyatakan jumlah).
  • Buku itu lebih berat daripada yang lain → adjektiva relatif (menyatakan perbandingan).

Dalam praktik komunikasi, ketiga jenis adjektiva ini sering kali saling berkelindan. Misalnya, dalam kalimat Dia lebih rajin dari temannya, kata rajin adalah adjektiva kualitatif, tetapi ketika diberi unsur lebih, berubah fungsi menjadi adjektiva relatif. Artinya, batas antarkategori tidak selalu kaku; bahasa bersifat dinamis dan kontekstual.

6. Fungsi Adjektiva dalam Struktur Kalimat

Menurut Alwi dkk. (2017), adjektiva dapat menempati beberapa posisi sintaktis:

  1. Sebagai Predikat: Anak itu cerdas.
  2. Sebagai Atribut: Anak cerdas itu memenangkan lomba.
  3. Sebagai Pelengkap atau Objek: Guru membuat kelas menjadi menarik.
  4. Sebagai Keterangan: Ia berbicara dengan lembut.

Keberadaan adjektiva membuat bahasa lebih ekspresif dan deskriptif. Dalam komunikasi, adjektiva membantu pembicara membangun citra atau persepsi terhadap sesuatu. Dalam wacana sastra, adjektiva bahkan berperan dalam menciptakan imaji dan suasana emosional.

Catatan dan Pandangan Ahli

Kajian tentang adjektiva telah menjadi perhatian utama dalam linguistik Indonesia sejak era 1970-an. Beberapa pandangan penting antara lain:

  • Harimurti Kridalaksana (2008) menekankan aspek semantik adjektiva, yakni kemampuan kata sifat untuk menyatakan keadaan atau kualitas yang dapat dibandingkan, diukur, atau dinilai.
  • Ramlan (2001) menyoroti fungsi adjektiva dalam struktur kalimat dan membaginya berdasarkan kemungkinan gradasi makna.
  • Chaer (2012) menekankan pentingnya membedakan adjektiva dengan kategori lain seperti verba dan nomina, sebab dalam bahasa Indonesia batas antar-kelas kata sering kabur.
  • Alwi dkk. (2017) dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia memberikan deskripsi sistematis mengenai distribusi adjektiva dalam sintaksis, menunjukkan bahwa adjektiva dapat menjadi predikat tanpa kopula, berbeda dengan bahasa Inggris.

Dari berbagai pandangan tersebut, terlihat bahwa adjektiva tidak hanya sekadar “kata sifat,” tetapi juga bagian dari sistem makna yang kompleks dan saling terhubung dengan struktur kalimat, konteks budaya, dan persepsi penutur terhadap realitas.

8. Penutup

Ketiga jenis adjektiva, kualitatif, kuantitatif, dan relatif menunjukkan bahwa bahasa memiliki cara yang halus dan berlapis untuk menandai sifat, jumlah, dan hubungan. Dalam konteks pembelajaran bahasa, pemahaman tentang jenis-jenis adjektiva tidak hanya membantu meningkatkan kemampuan gramatikal, tetapi juga memperkaya kemampuan berpikir kritis dan ekspresif penutur bahasa Indonesia.

Sebagaimana dikatakan Kridalaksana (2008: 160), “kata sifat dalam bahasa bukan hanya alat deskripsi, melainkan juga instrumen penilaian dan perenungan.” Dengan memahami adjektiva, kita tidak sekadar belajar tata bahasa, melainkan juga memahami bagaimana manusia menilai, membedakan, dan memaknai dunia melalui kata-kata.