Bahasa Indonesia, sebagai sebuah sistem yang dinamis dan kompleks, mengandalkan berbagai kelas kata untuk menciptakan makna dan nuansa. Di antara kelas kata yang paling esensif dan ekspresif adalah adjektiva atau kata sifat. Jika nomina (kata benda) berfungsi sebagai entitas atau subjek bahasan, dan verba (kata kerja) memberikan aksi atau pergerakan, maka adjektiva adalah elemen yang memberikan detail, kualifikasi, dan kekayaan deskriptif. Peran adjektiva melampaui sekadar pelengkap; ia adalah jembatan antara realitas objektif dan persepsi subjektif penutur, memungkinkan komunikasi yang tidak hanya informatif tetapi juga imajinatif dan persuasif. Tanpa adjektiva, deskripsi kita akan terasa datar, dan dunia yang kita sampaikan melalui bahasa akan kehilangan warna, dimensi, dan teksturnya. Menguasai fungsi adjektiva dan cara penggunaannya yang tepat merupakan kunci untuk mencapai kematangan linguistik, baik dalam wacana ilmiah, jurnalistik, maupun karya sastra yang menawan.
Ciri Adjektiva dalam Tata Bahasa Baku
Untuk memahami fungsi sebuah kelas kata, kita harus terlebih dahulu menetapkan definisi dan ciri khasnya menurut kaidah baku. Dalam konteks Bahasa Indonesia, referensi utama kita adalah Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI), yang merupakan kodifikasi resmi kaidah-kaidah bahasa.
Definisi Adjektiva
Menurut Kridalaksana (1990) dalam Kamus Linguistik, adjektiva didefinisikan secara sederhana sebagai kata yang menerangkan kata benda. Meskipun ringkas, definisi ini langsung menyoroti peran utamanya, yaitu mewatasi dan menjelaskan nomina.
Sementara itu, Hasan Alwi dkk. (2003) dalam TBBI Edisi Ketiga (dan revisi Edisi Keempat), memberikan definisi yang lebih mendalam, menyatakan bahwa adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Keterangan ini dapat mencakup kualitas, kuantitas, atau atribut keanggotaan dalam golongan tertentu. Pentingnya penambahan frasa “keterangan yang lebih khusus” menggarisbawahi bahwa adjektiva bukan sekadar informasi tambahan, melainkan pembatas makna yang penting bagi kejelasan referensi.
Ciri Morfologis yang Membedakan
Secara morfologis, adjektiva memiliki perilaku yang membedakannya dari verba (kata kerja) dan nomina (kata benda). Perilaku ini, dikenal sebagai ciri uji, memastikan identifikasi adjektiva dalam kalimat:
Adjektiva adalah kelas kata yang menunjukkan kualitas yang dapat diukur atau memiliki derajat. Inilah mengapa adjektiva dikenal dapat mengalami Pertarafan atau tingkatan. Sebuah adjektiva dapat dilekati atau didampingi oleh kata penguat atau pewatas tingkat, seperti sangat, amat, sekali, lebih, kurang, atau paling/ter-. Contoh: sangat indah, lebih tebal, tertinggi. Kemampuan untuk menaikkan atau menurunkan tingkat kualitas ini adalah ciri linguistik yang mendasar dari adjektiva, yang tidak dimiliki oleh verba (kecuali verba statif) atau nomina.
Selain itu, adjektiva memiliki kecenderungan untuk dilekati oleh negasi tidak (contoh: tidak panas), yang membedakannya dari nomina yang umumnya dinegasikan dengan bukan. Adjektiva juga dapat diperluas menjadi frasa dengan pola pengulangan tertentu, seperti sebaik-baiknya atau setinggi-tingginya, yang menekankan batas maksimal dari suatu sifat.
Fungsi Utama Adjektiva
Dalam struktur kalimat Bahasa Indonesia, adjektiva memainkan tiga peran sintaksis yang vital: fungsi atributif, fungsi predikatif, dan, dalam kondisi tertentu, fungsi adverbial.
1. Fungsi Atributif (Pewatas dalam Frasa Nominal)
Fungsi atributif adalah perwujudan langsung dari peran adjektiva sebagai penjelas nomina. Dalam fungsi ini, adjektiva bertindak sebagai atribut yang secara semantik membatasi, mendeskripsikan, atau mengkualifikasi nomina inti.
Dalam Bahasa Indonesia, aturan tata urut kata (word order) dalam frasa nominal baku adalah Diterangkan (D) – Menerangkan (M). Artinya, adjektiva sebagai penerang, harus diletakkan setelah nomina yang diterangkannya. Hal ini dikonfirmasi oleh Chaer (2008) dalam Morfologi Bahasa Indonesia, yang menekankan bahwa adjektiva bertindak sebagai pewatas belakang dalam frasa nominal.
Contoh yang paling jelas adalah frasa: meja bundar, pintu tertutup, atau perasaan sedih. Jika aturan ini dilanggar (misalnya, mengatakan “bulat meja”), frasa tersebut menjadi tidak baku atau berbau konstruksi bahasa asing (seperti bahasa Inggris).
Penggunaan yang tepat dalam fungsi atributif juga melibatkan penentuan apakah perlu menggunakan kata yang. Kata yang dapat diselipkan di antara nomina dan adjektiva (mobil yang mahal), berfungsi untuk menegaskan pewatas tersebut. Namun, dalam banyak kasus, yang bersifat opsional (mobil mahal). Pemahaman yang mendalam tentang fungsi ini memastikan kejelasan makna frasa.
2. Fungsi Predikatif (Inti Klausa Nominal)
Fungsi predikatif adalah ketika adjektiva atau frasa adjektiva menduduki posisi predikat dalam kalimat. Ini adalah fungsi yang memperlihatkan kekuatan adjektiva yang setara dengan verba, terutama dalam klausa-klausa statif atau klausa nominal.
Pola Sintaksis: Subjek + Adjektiva (sebagai Predikat)
Contoh: Baju itu basah. Anak-anak sangat gembira.
Dalam contoh ini, adjektiva (basah, gembira) berfungsi penuh untuk memberikan keterangan keadaan subjek. Adjektiva dalam fungsi predikatif juga dapat menjadi inti dari frasa adjektiva yang diperluas dengan pewatas tingkat, seperti sangat atau terlalu, yang secara keseluruhan berfungsi sebagai predikat. Penting untuk dicatat bahwa dalam Bahasa Indonesia, verba kopulatif (adalah, ialah) tidak selalu diperlukan untuk menghubungkan subjek dan predikat adjektival, yang menunjukkan sifat zero copula dalam tata bahasa.
3. Fungsi Adverbial (Keterangan Cara)
Meskipun secara inheren adjektiva tidak berfungsi sebagai adverbia (kata keterangan), melalui proses transposisi dan morfologis tertentu, ia dapat mengambil peran ini, umumnya untuk mewatasi verba dan memberikan keterangan cara.
Transposisi ini terjadi melalui beberapa cara:
- Reduplikasi dan Afiksasi: Pengulangan adjektiva diikuti oleh se- dan -nya. Contoh: Dia berteriak sekeras-kerasnya.
- Frasa Preposisional: Menggunakan preposisi dengan yang diikuti oleh adjektiva. Contoh: Ia mengerjakan tugas dengan serius.
Penggunaan adjektiva dalam fungsi adverbial secara tepat memastikan bahwa keterangan cara yang diberikan terasa intensif atau spesifik, memperkaya informasi tentang bagaimana suatu aksi dilakukan.
Pertarafan Adjektiva: Kunci Nuansa Kualitas
Kemampuan adjektiva untuk menunjukkan tingkatan adalah keunggulan deskriptifnya. Penggunaan pertarafan ini secara tepat adalah fundamental untuk menghindari kesalahan tata bahasa dan menciptakan makna yang presisi.
Tingkatan Kualitas yang Baku
- Tingkat Positif (Biasa): Menyatakan sifat tanpa perbandingan. Cukup menggunakan bentuk dasar. (Contoh: Buku itu tebal).
- Tingkat Komparatif (Lebih/Kurang): Menyatakan perbandingan dengan entitas lain. Wajib menggunakan pewatas lebih atau kurang diikuti pembanding daripada.
- Penggunaan Tepat: Udara pagi lebih sejuk daripada udara siang hari.
- Kesalahan Umum: Jangan menghilangkan lebih atau kurang. (“Udara pagi sejuk daripada udara siang hari” adalah non-baku).
- Tingkat Superlatif (Paling): Menyatakan tingkatan tertinggi di antara kelompok. Menggunakan prefiks ter- atau kata paling.
- Penggunaan Tepat: Dia adalah pelari tercepat (atau paling cepat) di tim.
- Kesalahan Fatal: Menghindari pleonasme (pemborosan) dengan menggabungkan keduanya. Mengatakan “paling tercepat” adalah kesalahan baku yang serius.
- Tingkat Eksesif (Terlalu): Menyatakan kualitas yang melampaui batas kewajaran atau normalitas. Menggunakan terlalu, amat, atau sangat. (Contoh: Pakaiannya terlalu mencolok).
Penggunaan Adjektiva yang Efektif
Penggunaan adjektiva yang efektif melampaui kepatuhan pada kaidah; ini tentang membuat pilihan kata yang berdampak dan tepat guna dalam konteks wacana.
1. Pemilihan Adjektiva Konkret vs. Abstrak
Penulis yang efektif tahu kapan harus memilih adjektiva yang menarik indra (konkret) dibandingkan yang mengandalkan interpretasi (abstrak). Adjektiva konkret, seperti tajam, dingin, kasar, bising, manis, menciptakan gambaran yang jelas. Adjektiva abstrak, seperti baik, buruk, indah, sulit, seringkali lemah dan ambigu.
- Penggunaan Kurang Efektif: Pemandangan itu indah dan menimbulkan perasaan bahagia.
- Penggunaan Lebih Efektif: Pemandangan tebing hijau pekat itu memicu rasa tenang yang dalam. (Menggunakan pekat dan tenang yang lebih spesifik).
Strategi ini, yang sering ditekankan dalam panduan penulisan kreatif dan jurnalistik, adalah kunci untuk meningkatkan daya tarik narasi.
2. Membatasi Penggunaan Adjektiva yang Berlebihan (Adjective Overload)
Meskipun fungsi adjektiva adalah mendeskripsikan, penggunaan yang berlebihan, sering disebut adjective overuse atau overwriting, dapat merusak ritme dan kejelasan kalimat. Seringkali, verba yang kuat atau nomina yang spesifik sudah cukup untuk menyampaikan makna.
- Contoh Overwriting: Dia berjalan di bawah sinar matahari terik, kuning, menyengat, dan sangat panas.
- Perbaikan Efektif: Dia berjalan di bawah sinar matahari membakar (Menggunakan verba atau adjektiva tunggal yang kuat).
3. Mengatasi Kesalahan Logika pada Adjektiva Tak Bertaraf
Seperti telah disebutkan, kesalahan sering terjadi pada adjektiva tak bertaraf (klasifikatoris) seperti mutlak, universal, tunggal, abadi. Adjektiva ini sudah menyatakan kategori tertinggi atau final sehingga tidak dapat ditingkatkan.
- Kesalahan Logika: “Pendapat itu lebih universal dari yang lain.”
- Perbaikan: “Pendapat itu universal.” (Universal berarti mencakup segalanya, tidak ada tingkatan di atasnya).
Pemahaman ini penting untuk menjaga keakuratan ekspresi, terutama dalam wacana akademik atau hukum.
4. Pemanfaatan Imbuhan sebagai Transposisi Kelas Kata
Penulis harus cerdas dalam memanfaatkan afiksasi (pengimbuhan) untuk mentransposisikan kelas kata lain menjadi adjektiva yang baku.
- Dari Nomina: Kata benda dapat menjadi adjektiva dengan imbuhan, misalnya sifat menjadi bersifat.
- Dari Verba: Kata kerja dapat menjadi adjektiva yang merujuk pada kualitas, misalnya tarik menjadi menarik (dalam arti mengagumkan).
Penggunaan yang tepat atas transposisi ini memungkinkan penulis untuk menciptakan kekayaan leksikal dan sintaksis tanpa melanggar kaidah.
Penutup
Adjektiva adalah kelas kata yang paling bertanggung jawab atas kemampuan bahasa untuk merangkul dan menyampaikan kompleksitas dunia. Fungsi sintaksisnya yang fleksibel—sebagai atribut, predikat, dan keterangan cara—menjadikannya alat tak ternilai bagi setiap penutur. Dengan berpegang teguh pada kaidah yang digariskan oleh TBBI dan para ahli seperti Alwi dan Kridalaksana, serta menerapkan strategi penggunaan yang efektif seperti pemilihan kata konkret dan menghindari kelebihan deskripsi, seseorang dapat membebaskan potensi penuh adjektiva. Menguasai adjektiva berarti menguasai seni deskripsi, dan pada akhirnya, membuktikan kemahiran dalam mengolah sistem Bahasa Indonesia yang indah dan kaya.