12 Contoh Kultum Singkat untuk Anak SMP (Mudah Dihapalkan)

Kultum pelajar smp

Dalam Artikel Ini

Sudah biasa bagi pelajar mendapatkan tugas untuk mengisi kultum, baik itu selama Ramadan atau di hari khusus seperti Jumat. Selain melatih kemampuan berbicara dan hafalan, kultum juga memberi kesempatan bagi siswa untuk belajar terlebih dahulu.

Berikut saya beri contoh tema kultum yang menarik untuk pelajar SMP. Kamu bisa menghafalnya secara singkat berupa pengantar dan penutup, serta bagian isi dan ayat yang disampaikan.

Contoh Kultum Singkat untuk Pelajar SMP dengan Berbagai tema:

Berikut saya beri beberapa contoh kultum untuk pelajar SMP dengan berbagai tema yang mudah dihapalkan. Tema ini bisa digunakan oleh siswa untuk tugas sekolah, atau disampaikan oleh guru ketika pondok Ramadan, pesantren kilat, atau sebagai pengantar hari Jumat.

1. Kultum tentang Bersyukur atas Nikmat Sekecil Apa Pun

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin jamaah yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, kita dapat berkumpul di tempat yang mulia ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

Bersyukur: Kunci Ketenangan Hidup

Saudaraku, pernahkah kita berhenti sejenak dan benar-benar merenungkan betapa banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita? Seringkali, fokus kita terarah pada apa yang belum kita miliki, sehingga kita lupa dengan kekayaan yang sudah ada dalam genggaman. Padahal, bersyukur adalah kunci utama untuk merasakan ketenangan dan kebahagiaan sejati dalam hidup.

Bersyukur artinya mengakui dan memuji Allah atas segala pemberian-Nya, baik yang besar maupun yang teramat kecil.

Jangan Remehkan Nikmat yang Tampak Biasa

Kita sering menganggap remeh hal-hal yang sudah menjadi rutinitas, seolah itu adalah hak kita. Misalnya:

  1. Udara yang Kita Hirup: Setiap detik, paru-paru kita bekerja tanpa lelah, mengambil oksigen, sebuah proses gratis yang vital. Coba kita renungkan saudara-saudara kita yang harus bergantung pada alat bantu pernapasan—baru kita sadar bahwa satu tarikan napas adalah nikmat yang tak ternilai.
    • Dalam bahasa Arab, nikmat udara ini adalah: نِعْمَةُ الْهَوَاءِ (Ni’matul Hawa’)
  2. Kesehatan Anggota Tubuh: Kita bisa berjalan, melihat, mendengar, dan menggenggam. Betapa banyak orang di luar sana yang berjuang dengan keterbatasan fisik. Nikmat kesehatan adalah mahkota yang hanya bisa dilihat oleh orang yang sakit.
    • Dalam bahasa Arab, nikmat sehat adalah: نِعْمَةُ الصِّحَّةِ (Ni’matush Shihhah)
  3. Kehadiran Keluarga: Memiliki tempat untuk pulang, makanan di meja, dan orang-orang yang mencintai kita. Keluarga adalah sandaran terkuat kita di dunia ini.
    • Dalam bahasa Arab, nikmat keluarga adalah: نِعْمَةُ الْأُسْرَةِ (Ni’matul Usroh)

Nikmat-nikmat kecil inilah yang menopang kehidupan kita sehari-hari. Jika satu saja dicabut, niscaya hidup kita akan terasa berat.

Janji Allah Bagi Orang yang Bersyukur

Allah SWT tidak hanya memerintahkan kita untuk bersyukur, tetapi juga menjanjikan balasan yang agung. Janji ini terdapat dalam Surah Ibrahim ayat 7. Mari kita simak firman-Nya:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Lā-in syakartum la’azīdannakum!

Ini adalah janji pasti dari Tuhan semesta alam: Jika kita bersyukur, Allah pasti akan menambah nikmat itu. Penambahan nikmat ini bisa berupa bertambahnya rezeki, ketenangan hati, kemudahan urusan, atau bahkan berkah pada nikmat yang sudah ada. Sebaliknya, kufur nikmat (mengingkari nikmat) akan mendatangkan azab, baik azab di dunia berupa kegelisahan hati, maupun azab di akhirat.

Penutup

Hadirin yang berbahagia,

Mulai hari ini, mari kita ubah fokus hidup kita. Jangan hanya mencari-cari yang belum ada, tetapi hargailah setiap nikmat sekecil apa pun yang sudah kita miliki.

  • Saat bangun tidur, ucapkan Alhamdulillah untuk kesehatan.
  • Saat makan, ucapkan Alhamdulillah untuk rezeki.
  • Saat pulang ke rumah, ucapkan Alhamdulillah untuk keluarga.

Dengan bersyukur, hati kita akan dipenuhi rasa cukup (qana’ah), dan kita akan melihat keindahan serta keberkahan di setiap sudut kehidupan. Bersyukur adalah magnet penarik rezeki dan kebahagiaan.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

2. Kultum tentang Adab kepada Orang Tua dan Guru (Pintu Keberkahan)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin, teman-teman seperjuangan, dan jamaah yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada tauladan kita, Nabi Muhammad SAW.

Pilar Kehidupan: Orang Tua dan Guru

Saudaraku sekalian, setiap kita mendambakan kesuksesan, keberkahan, dan kemudahan dalam mencari ilmu. Namun, seringkali kita lupa bahwa ada dua pilar utama dalam hidup kita yang menjadi penentu dari semua itu: Orang Tua dan Guru.

Dalam Islam, menghormati kedua sosok ini bukanlah sekadar etika sosial, melainkan sebuah perintah agama yang memiliki kedudukan sangat tinggi. Mengapa demikian? Karena mereka adalah pintu keberkahan dalam hidup kita.

Adab kepada Orang Tua: Pintu Surga di Rumah Kita

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, dan ini adalah perintah yang sering kita dengar:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23)

Perhatikanlah, perintah berbuat baik kepada orang tua (Birrul Walidain) diletakkan tepat setelah perintah mentauhidkan Allah. Ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan mereka.

Adab kepada orang tua berarti:

  1. Bertutur Kata Lembut: Jauhi kata-kata kasar, bahkan kata “ah” pun dilarang keras.
  2. Mendahulukan Kepentingan Mereka: Utamakan keperluan dan keridhaan mereka di atas keperluan kita, selagi tidak melanggar syariat.
  3. Mendoakan Mereka: Setelah mereka tiada pun, adab kita terus berlanjut melalui doa: رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil).

Keridhaan Allah terletak pada keridhaan orang tua. Jika mereka ridha, maka jalan hidup kita, rezeki kita, dan ilmu kita akan mudah dan berkah.

Adab kepada Guru: Kunci Keberkahan Ilmu

Teman-teman sekalian, kita berjuang menuntut ilmu, berharap ilmu itu bermanfaat di dunia dan akhirat. Namun, ilmu yang banyak tidak akan bermanfaat tanpa adanya berkah.

Siapa yang membawa berkah ilmu itu? Guru kita.

Guru adalah pewaris para nabi, yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk mengeluarkan kita dari gelapnya kebodohan menuju terangnya ilmu pengetahuan. Jika orang tua memberikan kehidupan fisik, maka guru memberikan kehidupan spiritual dan intelektual.

Adab kepada guru meliputi:

  1. Tawadhu’ (Rendah Hati): Jangan pernah merasa lebih pandai atau lebih hebat dari guru. Bahkan jika kita telah lulus dan memiliki gelar yang lebih tinggi, beliau tetap guru kita.
  2. Memperhatikan saat Beliau Mengajar: Fokus, mencatat, dan menjauhi segala hal yang menunjukkan ketidakseriusan.
  3. Berterima Kasih dan Mendoakan: Doakanlah kebaikan untuk guru kita, agar ilmu yang beliau sampaikan menjadi amal jariyah baginya, dan berkah bagi kita.

Para ulama terdahulu mengajarkan: Keberkahan ilmu hanya akan didapat jika kita menjaga adab kepada guru. Seorang murid yang kurang beradab, meskipun cerdas, ilmunya akan mudah hilang atau tidak bermanfaat bagi orang lain.

Penutup: Keberkahan Adalah Kuncinya

Teman-teman yang saya cintai,

Mari kita renungkan. Kesuksesan sejati bukanlah hanya tentang nilai tinggi atau jabatan mewah. Kesuksesan sejati adalah hidup yang berkah.

  • Jika kita sukses tapi durhaka kepada orang tua, hidup akan terasa hampa.
  • Jika kita berilmu tinggi tapi tidak hormat kepada guru, ilmu itu akan mudah pudar keberkahannya.

Jadikanlah hormat dan adab kepada orang tua dan guru sebagai investasi terbesar kita di dunia dan akhirat. Selalulah jaga lisan dan perbuatan kita di hadapan mereka.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk menjadi anak dan murid yang berbakti, sehingga kita semua mendapatkan keberkahan ilmu dan kesuksesan hidup.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

3. Kultum tentang Menjaga Lisan di Era Media Sosial

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin, teman-teman sekalian, jamaah yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat yang tak terhingga. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.

Lisan dan Jari: Dua Ujian Utama Zaman Ini

Saudaraku, kita hidup di era yang sangat berbeda. Dulu, jika kita ingin menyakiti hati orang lain, kita harus berhadapan langsung atau berbicara dari mulut ke mulut. Hari ini? Cukup dengan sebilah jari dan koneksi internet, kita bisa merobohkan mental dan martabat seseorang.

Tema kita malam ini adalah Menjaga Lisan di Era Media Sosial. Mengapa lisan? Karena ia adalah salah satu anggota tubuh yang paling menentukan nasib kita di akhirat.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Perintah ini berlaku untuk segala bentuk ucapan, baik yang diucapkan dengan lisan maupun yang diketik dengan jari. Di era digital ini, lisan kita telah berevolusi menjadi jari jemari yang menulis di keyboard.

Dunia Maya = Dunia Akhirat

Seringkali kita berpikir bahwa dunia maya (online) adalah ruang tanpa konsekuensi. Kita merasa anonim, bebas melempar komentar negatif, bully, atau menyebar fitnah (hoax) tanpa rasa takut. Kita lupa satu hal penting: Tidak ada ruang anonim di hadapan Allah SWT.

Setiap status, setiap share, setiap “like” pada konten negatif, dan terutama setiap komentar jahat yang kita ketik, akan tercatat dengan sempurna. Layar handphone kita adalah saksi, dan jari kita adalah pelaku.

Ingatlah firman Allah SWT:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Artinya: “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)

Saudaraku, ayat ini tidak hanya berlaku untuk ucapan di mimbar atau di majelis, tetapi juga untuk ucapan di kolom komentar Instagram, Tiktok, tweet di X, atau status di Facebook.

Komentar Negatif: Dosa Jariyah Digital

Fenomena yang paling menyedihkan di internet saat ini adalah komentar negatif yang beracun. Kita begitu mudah menjatuhkan hukuman, menghakimi penampilan, menghina kekurangan, atau bahkan memfitnah seseorang yang tidak kita kenal secara pribadi.

  • Satu kata makian yang kita ketik hari ini bisa menjadi dosa jariyah digital yang terus mengalir meskipun kita sudah lama log out.
  • Satu fitnah yang kita share bisa merusak reputasi ribuan orang, dan kita menanggung dosanya.

Maka, jadikanlah handphone kita sebagai alat penambah pahala, bukan alat pengumpul dosa. Sebelum jari kita mengetuk tombol “kirim” atau “komentar,” tanyakan pada diri sendiri tiga hal:

  1. Apakah ucapan ini benar? (Bukan fitnah atau hoax).
  2. Apakah ucapan ini bermanfaat? (Bukan ghibah atau mengadu domba).
  3. Apakah ucapan ini baik? (Bukan merendahkan atau menyakiti hati orang lain).

Jika jawabannya tidak, maka ikutilah nasihat Nabi: Diamlah! Tekan tombol back, tutup aplikasi, dan hindari perdebatan yang sia-sia.

Penutup: Mengendalikan Jari untuk Keberuntungan Diri

Teman-teman sekalian,

Kesuksesan hidup di dunia dan akhirat sangat ditentukan oleh kemampuan kita mengendalikan lisan. Di era digital ini, kemampuan itu berarti mengendalikan jari jemari kita.

Mari kita niatkan, mulai malam ini, untuk menjadikan media sosial sebagai tempat kita menanam kebaikan. Jadilah netizen yang bijak. Gunakan jari kita untuk menyebar salam, menyebarkan ilmu yang bermanfaat, dan memberikan semangat.

Jika ada yang menyakiti kita di media sosial, kita punya kekuatan untuk tidak membalas. Jadilah pemaaf.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita agar lisan dan jari kita hanya mengeluarkan kata-kata yang mendatangkan pahala, bukan dosa.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

5. Kultum tentang Kejujuran Adalah Kekuatan

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin jamaah yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul di tempat yang mulia ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

As-Shidqu (Kejujuran): Fondasi Karakter Muslim

Saudaraku sekalian, setiap kita mendambakan kehidupan yang damai, sukses, dan penuh berkah. Namun, banyak dari kita mencari kekuatan dan kesuksesan di tempat yang salah—pada harta, jabatan, atau popularitas. Padahal, kekuatan sejati seorang mukmin terletak pada satu sifat yang sederhana namun agung, yaitu kejujuran (As-Shidqu).

Nabi Muhammad SAW, yang dikenal sebagai Al-Amin (yang terpercaya), menegaskan kedudukan kejujuran:

“Hendaklah kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu menuntun ke surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kejujuran adalah fondasi dari seluruh akhlak mulia. Ia bukan hanya tentang tidak berbohong, tetapi juga tentang kesesuaian antara hati, lisan, dan perbuatan kita.

Kejujuran Membawa Ketenangan Batin

Mengapa kejujuran disebut sebagai kekuatan? Karena ia memberikan kita ketenangan dan keberanian.

Coba kita renungkan sejenak. Ketika seseorang berlaku jujur, ia tidak perlu lagi takut kebohongannya terbongkar. Ia tidak perlu mengingat-ingat cerita palsu apa yang ia sampaikan kepada siapa. Hatinya ringan, tidurnya nyenyak. Ia memiliki kekuatan batin yang membuat dirinya merasa utuh dan damai.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Kejujuran adalah ketenangan, sedangkan dusta adalah kegelisahan.” (HR. Tirmidzi)

Contoh: Bayangkan seorang pelajar yang jujur mengakui kesalahannya dalam ujian. Ia mungkin mendapatkan nilai yang kurang memuaskan, tetapi ia pulang dengan hati yang lapang, siap memperbaiki diri, dan hubungannya dengan guru atau orang tua tetap terjaga dengan baik. Ia memiliki kekuatan untuk menatap masa depan tanpa beban rasa bersalah.

Kebohongan Menghadirkan Kekacauan dan Beban

Sebaliknya, kebohongan dan ketidakjujuran adalah kelemahan yang menyiksa. Kebohongan selalu menimbulkan kekacauan, kegelisahan, dan rasa bersalah.

Ketika seseorang berbohong, ia tidak hanya menipu orang lain, tetapi juga menipu dirinya sendiri. Ia harus membangun jaring-jaring kebohongan lain untuk menutupi kebohongan pertamanya.

Contoh: Seorang pekerja yang berbohong tentang laporan kerjanya akan selalu diliputi kecemasan. Setiap panggilan dari atasan akan terasa seperti ancaman. Malam-malamnya dipenuhi kekacauan karena takut rahasianya terbongkar. Semakin banyak ia berbohong, semakin jauh ia dari ketenangan. Ia kehilangan kekuatan untuk hidup normal karena energinya habis untuk menyembunyikan kebenaran.

Kebohongan juga merusak hal yang paling berharga dalam hidup: kepercayaan (trust). Tanpa kepercayaan, hubungan sosial, bisnis, dan bahkan keluarga akan hancur.

Penutup: Menguatkan Diri dengan Kejujuran

Hadirin yang berbahagia,

Marilah kita tegaskan dalam diri kita, bahwa kejujuran adalah prinsip yang tidak bisa ditawar. Jujur kepada Allah, jujur kepada diri sendiri, jujur kepada orang tua, dan jujur dalam setiap interaksi.

Jika kita ingin sukses sejati—sukses yang membawa ketenangan hati dan keberkahan—maka jangan pernah tinggalkan kejujuran. Kejujuran adalah benteng yang akan melindungi kita dari gejolak dan fitnah dunia.

  • Saat diuji, pilihlah kejujuran agar hati kita tenang.
  • Saat merasa takut, berpeganglah pada kejujuran agar kita mendapatkan keberanian.

Semoga Allah SWT menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang selalu berkata benar, berbuat benar, dan dikuatkan dengan sifat kejujuran.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

6. Kultum tema Persahabatan dalam Islam (Ukhuwah Sejati)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin, teman-teman seperjuangan, dan jamaah yang dirahmati Allah,

Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat yang telah diberikan. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Nabi Muhammad SAW.

Memilih Sahabat: Investasi Akhirat

Saudaraku sekalian, kita semua pasti punya teman. Ada teman di sekolah, teman main, teman hangout. Namun, dalam Islam, hubungan itu dinaikkan derajatnya menjadi Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan dalam Islam) atau persahabatan sejati.

Persahabatan bukanlah sekadar mencari orang yang enak diajak bicara, lucu, atau kaya. Dalam Islam, memilih sahabat adalah investasi jangka panjang yang menentukan nasib kita di akhirat.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapa temannya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hadis ini memberikan pesan yang sangat tegas: lingkunganmu membentuk dirimu. Jika kita berteman dengan penjual minyak wangi, kita akan ikut wangi. Jika kita berteman dengan pandai besi, kita akan terkena asap atau percikan apinya.

Sahabat Sejati: Cermin dan Pengingat

Lantas, apa ciri sahabat sejati dalam pandangan Islam?

Banyak orang mengira sahabat sejati adalah dia yang selalu mendukungmu, apapun yang kamu lakukan. Dia yang selalu ada saat kamu senang, saat kamu pesta, atau saat kamu ingin foya-foya.

Ini keliru. Itu adalah teman bersenang-senang.

Sahabat sejati adalah mereka yang berani menjadi cermin bagimu dan berani mengingatkanmu saat engkau salah, meskipun itu pahit.

1. Saling Mengingatkan dalam Kebaikan (Tawashau bil Haq)

Seorang sahabat sejati akan menjauhkanmu dari perkara-perkara yang mendekatkanmu pada dosa. Ketika kamu malas shalat, dia akan menarik tanganmu ke masjid. Ketika kamu ingin berbuat curang, dia akan menahanmu.

Inilah inti dari persahabatan sejati, sebagaimana Allah firmankan tentang ciri-ciri orang yang beriman:

وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Artinya: “Dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Asr: 3)

2. Sahabat yang Memberi Syafa’at di Akhirat

Puncak dari persahabatan yang dilandasi iman adalah manfaatnya di Hari Kiamat. Saat semua orang sibuk mengurus dirinya sendiri, Allah mengizinkan hamba-hamba-Nya yang saleh untuk memberi syafa’at (pertolongan) kepada sahabat-sahabatnya yang ikut beriman.

Diriwayatkan dalam hadis, bahwa orang-orang beriman akan memohon kepada Allah: “Wahai Tuhan kami, mereka (sahabat-sahabat kami) pernah shalat bersama kami, puasa bersama kami, dan beramal bersama kami…” (HR. Muslim).

Betapa indahnya jika persahabatan kita di dunia, yang kita isi dengan kebaikan, berlanjut menjadi syafa’at di akhirat kelak.

Penutup: Mengukur Kualitas Sahabat

Teman-teman sekalian,

Mulai hari ini, mari kita ubah cara pandang kita dalam memilih dan menjaga persahabatan. Tanyakan pada diri sendiri:

  • Apakah sahabatku membawaku semakin dekat kepada Allah?
  • Apakah dia berani menegurku saat aku lalai dari shalat atau berbuat dosa?
  • Apakah dia menjauhiku dari kebaikan, atau justru menarikku ke majelis ilmu?

Jika jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini adalah ya, maka genggam erat persahabatan itu. Jagalah mereka, cintailah mereka karena Allah. Karena persahabatan yang dilandasi iman akan kekal hingga Jannah.

Semoga kita semua dikaruniai sahabat-sahabat sejati yang saling mengingatkan, yang akan bergandengan tangan bersama kita menuju surga-Nya.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

7. Kultum tema Menghargai Waktu, Menghargai Hidup

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin, teman-teman sekalian, jamaah yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kita nikmat yang seringkali kita lupakan, yaitu nikmat waktu. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Waktu: Harta Paling Berharga yang Sering Terabaikan

Saudaraku, jika kita ditanya, apa harta paling berharga yang kita miliki? Mungkin kita akan menjawab uang, rumah, atau kesehatan. Namun, sebenarnya, harta kita yang paling adil dan paling berharga adalah WAKTU.

Setiap kita, dari yang kaya raya hingga yang miskin, dari yang tua hingga yang muda, diberikan jatah waktu yang sama: 24 jam sehari.

Allah SWT sampai bersumpah dengan waktu dalam Al-Qur’an, menunjukkan betapa agungnya karunia ini:

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ

Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.” (QS. Al-‘Asr: 1-2)

Sumpah dengan masa (wal ‘asr) ini adalah peringatan keras bahwa hidup ini berjalan cepat, dan kita, tanpa disadari, sering berada dalam posisi merugi jika tidak menggunakannya dengan baik.

Waktu Adalah Amanah, Bukan Hak Bebas

Poin kuncinya adalah: Waktu bukanlah hak bebas kita, melainkan Amanah dari Allah.

Amanah adalah titipan yang harus kita pertanggungjawabkan. Di Hari Kiamat kelak, kita akan ditanya secara spesifik tentang waktu kita:

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada Hari Kiamat hingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa dipergunakan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan, dan tentang ilmunya apa yang ia amalkan.” (HR. Tirmidzi)

Perhatikan: Waktu ditanyakan dua kali, yaitu secara umum (umur) dan secara spesifik (masa muda). Ini menunjukkan betapa seriusnya perkara waktu.

Lalu, bagaimana kita sering menyia-nyiakan amanah waktu ini? Jawabannya ada pada kebiasaan buruk yang sering kita lakukan: menunda-nunda (taswif).

Menunda: Perampok Waktu dan Disiplin

Kebiasaan menunda (procrastination) adalah musuh terbesar dari menghargai waktu. Kita sering berkata: “Nanti saja,” “Besok masih ada waktu,” atau “Lima menit lagi.”

Kebiasaan menunda ini sangat berbahaya karena merusak dua hal:

  1. Menghancurkan Disiplin: Menunda pekerjaan atau belajar membuat hasil yang kita dapatkan menjadi tidak maksimal. Kita kehilangan momentum dan ketenangan karena dikejar-kejar deadline.
  2. Mengorbankan Kewajiban Spiritual: Paling parah, menunda-nunda sering terjadi pada ibadah.
  • Menunda Shalat: Shalat seharusnya dilakukan tepat waktu sebagai bentuk disiplin dan penghargaan atas panggilan Allah. Ketika kita menunda shalat hingga mepet waktu, bahkan sampai terlewat, kita telah meremehkan janji Allah dan mengorbankan kualitas ibadah kita.
  • Menunda Taubat: Kita merasa masih muda, masih banyak waktu. Padahal, tidak ada yang menjamin kita akan hidup sampai besok. Kematian tidak menunggu kita selesai dari menunda.

Menghargai waktu berarti segera bertindak. Lakukan shalat begitu azan berkumandang, belajar saat ada kesempatan, dan berbuat baik tanpa menunggu waktu yang “tepat”.

Penutup: Mengisi Hidup dengan Keberkahan

Hadirin yang berbahagia,

Jika kita menghargai waktu, kita akan menghargai hidup. Hidup adalah rangkaian dari detik, menit, dan jam. Jika kita biarkan waktu berlalu sia-sia, maka hidup kita pun akan sia-sia.

Mari kita jadikan waktu sebagai modal utama kita untuk berinvestasi di akhirat. Mulai hari ini, lawanlah rasa malas dan kebiasaan menunda. Isi setiap celah waktu kita dengan amal yang bermanfaat.

Ingatlah pesan ulama salaf: Waktu yang berlalu tidak akan pernah kembali. Manfaatkan waktu mudamu sebelum datang masa tua, waktu sehatmu sebelum sakit, dan waktu luangmu sebelum datang kesibukan.

Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang pandai menghargai setiap detik amanah waktu yang diberikan.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

8. Kultum tema Menuntut Ilmu Adalah Ibadah

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin, teman-teman seperjuangan, dan jamaah yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberi kita nikmat akal dan kesempatan untuk menuntut ilmu. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

Belajar: Antara Kewajiban Dunia dan Pahala Akhirat

Saudaraku sekalian, setiap hari, sebagai pelajar atau mahasiswa, kita berhadapan dengan buku, tugas, dan ujian. Seringkali, fokus kita hanyalah pada hasil akhir: nilai yang tinggi, ijazah yang bagus, dan pekerjaan yang mapan.

Memang, itu semua adalah tujuan duniawi yang baik. Namun, dalam pandangan Islam, kegiatan yang kita lakukan setiap hari, dari membuka buku hingga mendengarkan dosen atau guru, memiliki kedudukan yang jauh lebih mulia: ia adalah IBADAH.

Nabi Muhammad SAW telah mewajibkan kita untuk menuntut ilmu: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Kata “kewajiban” di sini menempatkan kegiatan belajar sejajar dengan shalat, puasa, dan zakat.

Mengubah Rutinitas Menjadi Ibadah

Lalu, bagaimana cara mengubah rutinitas belajar yang terkadang terasa berat, menjadi sebuah ibadah yang mendatangkan pahala? Kuncinya hanya satu: NIAT.

1. Niatkan Belajar Bukan Sekadar Mencari Nilai

Jika kita belajar hanya karena takut tidak lulus atau hanya untuk mendapatkan nilai A, maka hasilnya hanya akan kita dapatkan di dunia.

Akan tetapi, jika kita menata niat:

  • “Aku belajar agar aku menjadi Muslim yang bermanfaat bagi umat.”
  • “Aku belajar agar aku bisa memahami kebesaran ciptaan Allah.”
  • “Aku belajar agar aku bisa menjadi pemimpin yang adil dan jujur.”

Maka, setiap jam yang kita habiskan di ruang kelas, setiap kalimat yang kita baca, dan bahkan setiap tetes keringat yang kita keluarkan untuk memahami materi, semuanya dicatat sebagai amal saleh. Ilmu yang kita dapatkan, insya Allah, akan menjadi ilmu yang berkah (ilmun nafi’) dan menjadi amal jariyah.

2. Keutamaan Orang yang Keluar Mencari Ilmu

Kedudukan orang yang menuntut ilmu sangatlah tinggi di sisi Allah. Kita tidak hanya mendapat pahala, tetapi juga jaminan kemudahan jalan menuju surga.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim)

Bayangkan, teman-teman. Langkah kaki kita menuju sekolah atau kampus, mata kita yang menatap buku, dan pikiran kita yang berusaha memahami—semuanya sedang digerakkan oleh Allah untuk memudahkan kita masuk ke surga-Nya. Ini adalah hadiah yang tak ternilai harganya.

Penutup: Fokus pada Kualitas, Bukan Sekadar Kuantitas

Hadirin yang berbahagia,

Menuntut ilmu adalah ibadah yang memerlukan kesungguhan, kesabaran, dan yang paling penting, kemurnian niat.

Mari kita ubah pola pikir kita: Belajar bukan hanya kewajiban profesional atau akademik, tetapi kewajiban spiritual.

Mulai hari ini, mari kita perbaharui niat kita. Jangan hanya puas dengan nilai di atas kertas, tapi tanyakan pada diri sendiri:

  • “Apakah ilmu yang aku dapatkan ini membuatku lebih takut kepada Allah?”
  • “Apakah ilmu ini membuatku semakin taat?”
  • “Apakah aku akan menggunakan ilmu ini untuk kemaslahatan umat?”

Jika kita meniatkan belajar sebagai ibadah, insya Allah kita tidak akan merasa lelah atau bosan, karena kita tahu, setiap usaha kita akan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT.

Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kita dengan ilmu yang bermanfaat dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang sukses di dunia dan di akhirat.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

9. Kultum tema Menjaga Lingkungan Adalah Bagian dari Iman

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin, teman-teman sekalian, jamaah yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahi kita Bumi yang indah ini. Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

Lingkungan: Amanah dari Sang Pencipta

Saudaraku, jika kita melihat ke sekeliling, kita akan menemukan lingkungan yang menopang kehidupan kita: udara yang kita hirup, air yang kita minum, dan tanah tempat kita berpijak. Semua ini adalah Amanah terbesar yang Allah titipkan kepada kita, manusia, sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi.

Allah SWT menciptakan alam semesta ini dengan penuh keseimbangan. Keseimbangan ini hanya akan terjaga jika kita menjaganya. Dalam Islam, menjaga dan melestarikan alam bukanlah sekadar kegiatan sosial, melainkan bagian integral dari iman kita.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Kebersihan itu sebagian dari iman.” (HR. Muslim)

Hadis ini tidak hanya bicara tentang kebersihan diri atau pakaian. Ia mencakup kebersihan yang lebih luas, termasuk kebersihan lingkungan tempat kita tinggal, belajar, dan beribadah.

Pelajar dan Tanggung Jawab Amanah Lingkungan

Kita sebagai pelajar memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga amanah lingkungan ini. Tempat kita belajar—sekolah atau kampus—adalah rumah kedua kita. Bagaimana mungkin ilmu bisa berkah jika tempat kita menuntutnya kotor dan tidak nyaman?

Tanggung jawab kita sebagai pelajar dalam menjaga lingkungan mencakup dua hal:

1. Menjaga Kebersihan (Nadzhafah):

  • Buanglah Sampah pada Tempatnya: Ini mungkin tampak sepele, tetapi ini adalah cerminan disiplin dan iman. Membiarkan sampah berserakan di kelas atau halaman adalah perbuatan yang mengotori tempat ibadah kita sehari-hari.
  • Tidak Merusak Fasilitas: Merusak tanaman, mencoret-coret dinding, atau merusak fasilitas umum adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang dititipkan.

2. Melestarikan Alam (I’marul Ardhi):

  • Menghemat Sumber Daya: Menggunakan air dan listrik secara berlebihan adalah pemborosan (tabdzir), dan pemborosan adalah perbuatan setan (QS. Al-Isra’: 26-27). Mari kita hemat energi di sekolah, di rumah, dan di mana saja.
  • Menghindari Pencemaran: Sekecil apapun perbuatan kita, seperti membuang sisa makanan yang berlebihan atau membuang deterjen sembarangan, akan berdampak pada kelestarian alam.

Allah SWT memperingatkan kita agar tidak berbuat kerusakan di muka bumi:

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا

Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)

Penutup: Surga Dimulai dari Lingkungan Kita

Hadirin yang berbahagia,

Jika kita ingin hidup kita berkah, maka mulailah dari tempat kita berada. Menjaga lingkungan bukanlah tugas petugas kebersihan saja, melainkan tugas setiap mukmin.

Ingatlah, satu ranting yang kita singkirkan dari jalanan demi mencegah orang tersandung, dicatat sebagai sedekah dan kebaikan. Jika membuang bahaya dari jalanan saja bernilai pahala, apalagi menjaga ekosistem tempat ribuan makhluk hidup bergantung?

Mari kita jadikan sekolah, rumah, dan lingkungan kita sebagai cerminan keimanan kita. Kita buktikan bahwa pelajar Islam adalah agen perubahan yang paling peduli terhadap lingkungan.

Semoga Allah SWT memberkahi upaya kita dalam menjaga amanah lingkungan ini.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

10. Kultum: Sabar Menghadapi Cobaan

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin, teman-teman sekalian, jamaah yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT. Kita memohon taufik dan hidayah-Nya agar kita senantiasa teguh dalam iman. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Hidup Adalah Ujian yang Berulang

Saudaraku, pernahkah kita merasa hidup ini penuh dengan masalah? Tugas sekolah menumpuk, nilai ujian tidak sesuai harapan, ada masalah dengan teman, atau mungkin ada keributan di rumah. Rasanya, cobaan itu datang silih berganti.

Kita harus menyadari satu hakikat: Hidup di dunia ini adalah rangkaian ujian. Allah SWT telah mengingatkan kita dalam firman-Nya:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)

Ayat ini menegaskan, cobaan itu pasti datang, bukan mungkin. Maka, modal utama kita untuk menghadapinya bukanlah kekuatan fisik atau harta, melainkan kesabaran (As-Shabr).

Sabar: Kunci Menghadapi Masalah Sehari-hari

Kesabaran bukanlah sikap pasif, bukan berarti diam tanpa berbuat apa-apa. Sabar adalah kekuatan menahan diri untuk tetap berada di jalan Allah, tidak mengeluh berlebihan, dan tetap berusaha mencari solusi.

Mari kita lihat bagaimana sabar menjadi kunci dalam ujian kita sehari-hari:

1. Ujian di Sekolah: Ketika kita mendapatkan nilai buruk, kita merasa kecewa. Orang yang tidak sabar mungkin akan marah, menyalahkan guru, atau bahkan mencontek di ujian berikutnya. Namun, orang yang sabar akan berkata: “Ini ujian dari Allah. Aku terima nilainya, aku akan introspeksi, dan aku akan belajar lebih giat lagi.” Kesabaran mendorong kita untuk berdisiplin dan tidak putus asa.

2. Ujian di Rumah atau Sosial: Ketika kita menghadapi masalah dengan orang tua, saudara, atau teman, kita sering terpancing emosi. Orang yang sabar mampu mengendalikan amarahnya. Ia tidak langsung membalas cacian dengan cacian. Ia memilih diam sejenak, mendinginkan kepala, dan mencari cara terbaik untuk menyelesaikan masalah tanpa merusak silaturahmi.

Ingatlah pesan Nabi SAW: “Tidak ada pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Setiap Ujian Membawa Hikmah dan Kebaikan

Kita harus yakin, bahwa Allah tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan kita. Dan yang terpenting: Setiap cobaan pasti membawa hikmah yang besar.

Tujuan Allah memberi kita ujian bukanlah untuk menyiksa, tetapi untuk meningkatkan kualitas keimanan kita.

  • Ujian kegagalan membuat kita lebih kuat dan rendah hati.
  • Ujian kesendirian membuat kita lebih dekat kepada Allah.
  • Ujian kesukaran hidup membuat kita menjadi orang yang bersyukur atas nikmat sekecil apapun.

Inilah janji Allah bagi orang yang sabar. Dalam kesulitan ada kemudahan, sebagaimana firman Allah: “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)

Penutup: Keutamaan Bagi Orang yang Sabar

Hadirin yang berbahagia,

Marilah kita teguhkan hati. Apapun cobaan yang sedang kita hadapi saat ini—kesulitan belajar, masalah keluarga, atau penyakit—kembalikanlah semuanya kepada Allah.

Jadikan kesabaran dan shalat sebagai penolong kita. Karena janji Allah kepada orang-orang yang sabar sungguh luar biasa, yaitu mendapat kabar gembira dan pahala tanpa batas.

Mari kita niatkan, mulai hari ini, ketika kita ditimpa musibah, kita mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali).

Semoga Allah SWT menguatkan hati kita, menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang sabar, dan mengangkat derajat kita melalui setiap ujian yang kita hadapi.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

11. Kultum: Menebar Senyum dan Kebaikan (Sedekah Paling Ringan)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin, teman-teman sekalian, dan jamaah yang dirahmati Allah,

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat yang telah diberikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

Menemukan Kekuatan dalam Kesederhanaan

Saudaraku, kita sering berpikir bahwa untuk berbuat baik atau bersedekah, kita harus memiliki banyak uang, harta, atau tenaga yang besar. Kita merasa sedekah itu identik dengan memberikan makanan kepada fakir miskin atau menyumbang dalam jumlah besar.

Memang benar, itu semua adalah sedekah yang mulia. Namun, Islam mengajarkan kita bahwa pintu kebaikan itu sangat luas dan terbuka bagi siapa saja, bahkan untuk perbuatan yang paling ringan dan paling sederhana: SENYUM.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi)

Hadis yang luar biasa! Hanya dengan menggerakkan otot wajah, kita sudah dicatat sebagai orang yang bersedekah. Senyum adalah sedekah termurah yang bisa kita lakukan, tetapi dampaknya sangat besar.

Senyum: Magnet Kebaikan di Sekolah

Di lingkungan sekolah atau kampus kita, senyum memiliki kekuatan ajaib:

1. Senyum Membangun Suasana Positif: Bayangkan, saat kita memasuki gerbang sekolah dengan wajah cemberut atau muram. Aura negatif itu akan menular. Sebaliknya, ketika kita saling menyapa dengan senyum tulus kepada teman, guru, atau bahkan petugas keamanan, kita telah menyebarkan energi positif. Suasana belajar menjadi lebih ceria, hati menjadi lebih tenang, dan semangat pun meningkat.

2. Senyum Membuka Pintu Persahabatan (Ukhuwah): Senyum adalah bahasa universal yang meluluhkan kekakuan. Saat kita tersenyum, kita mengirimkan pesan: “Aku ramah, aku menerima kehadiranmu.” Senyum menghilangkan prasangka buruk, mencairkan permusuhan, dan memudahkan terjalinnya persaudaraan sejati.

3. Senyum adalah Perwujudan Iman: Senyum tulus adalah tanda dari hati yang bersih dan jiwa yang tenang. Orang yang mudah tersenyum adalah orang yang bersyukur dan tidak dikuasai oleh keluh kesah. Senyum kita menunjukkan bahwa kita percaya dan ridha dengan ketetapan Allah, dan ini adalah manifestasi dari keindahan akhlak Islam.

Menjadikan Senyum sebagai Kebiasaan

Lalu, bagaimana agar senyum tidak hanya menjadi formalitas, tetapi menjadi kebiasaan yang bernilai ibadah?

Kita harus mengaitkannya dengan niat. Niatkan dalam hati setiap pagi: “Aku akan tersenyum kepada setiap orang yang kutemui hari ini, lillahita’ala, sebagai sedekah dan niat untuk menyenangkan hati saudaraku.”

Senyum yang bernilai sedekah adalah senyum yang tulus, bukan senyum sinis atau mengejek. Senyum yang benar-benar memancarkan ketulusan akan memberikan rasa nyaman pada orang yang melihatnya.

Mari kita contoh Rasulullah SAW. Beliau dikenal sebagai pribadi yang paling banyak tersenyum. Sahabat Abdullah bin Harits berkata: “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak senyum selain Rasulullah SAW.”

Penutup: Menebar Kebaikan Tanpa Batas

Hadirin yang berbahagia,

Jika kita ingin sukses, jadilah orang yang disenangi. Dan cara termudah untuk disenangi adalah dengan tersenyum dan berbuat baik.

Ingatlah, setiap kali kita tersenyum kepada teman yang sedang sedih, kita telah meringankan bebannya. Setiap kali kita tersenyum kepada guru yang lelah, kita telah memberinya energi. Itu semua adalah kebaikan yang dicatat sebagai pahala.

Jangan pernah remehkan kekuatan senyum kita. Mari kita jadikan lingkungan sekolah kita sebagai ladang amal, di mana sedekah ditebar dengan mudah dan murah.

Mulai sekarang, tebarkan senyummu! Semoga Allah SWT menjadikan senyum dan kebaikan kita sebagai bekal menuju surga-Nya.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

12. Kultum: Bahaya Ghibah (Menggunjing)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wash-shalatu wassalamu ‘ala asyarafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Hadirin, teman-teman sekalian, jamaah yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang memberi kita nikmat lisan. Semoga kita dapat menggunakan lisan ini hanya untuk hal-hal yang mendatangkan pahala. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Ghibah: ‘Virus’ yang Paling Mudah Menyerang Kita

Saudaraku, sebagai remaja, kehidupan kita sangat dekat dengan interaksi sosial—di sekolah, di kantin, di media sosial, atau saat kita kumpul. Di sinilah ‘virus’ yang paling berbahaya dan paling mudah menular itu muncul: Ghibah, atau menggunjing dan membicarakan keburukan orang lain.

Seringkali, ghibah ini dimulai dari hal yang ringan: “Eh, lihat deh si A, bajunya aneh banget,” atau “Dia tuh gitu, dia kan pernah…” Kita merasa seru saat membicarakan kelemahan teman. Kita merasa lebih ‘unggul’ saat mengupas aib orang.

Padahal, dalam pandangan Islam, ghibah adalah dosa besar yang sangat keji.

Ghibah: Memakan Bangkai Saudara Sendiri

Mengapa ghibah ini begitu dilarang? Karena ia adalah pelanggaran keras terhadap kehormatan sesama Muslim. Allah SWT menggambarkan perbuatan ini dengan perumpamaan yang sangat mengerikan, yang seharusnya membuat bulu kuduk kita merinding.

Simaklah firman Allah SWT ini:

وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Teman-teman, Allah menyamakan orang yang berghibah seperti memakan daging bangkai saudaranya sendiri. Betapa jijiknya perbuatan itu! Ketika kita membicarakan aib teman kita, padahal dia tidak ada di sana untuk membela diri, seolah-olah kita sedang merobek-robek kehormatannya.

Dampak Ghibah: Merusak Hati dan Pertemanan

Bukan hanya masalah dosa di akhirat, ghibah juga membawa dampak buruk yang langsung kita rasakan di dunia, terutama dalam kehidupan remaja:

1. Merusak Hati Kita Sendiri: Ghibah membuat hati kita menjadi kotor. Ia menumbuhkan sifat iri, dengki, dan merasa lebih baik dari orang lain. Hati yang sibuk mencari-cari kesalahan orang lain tidak akan pernah tenang dan damai. Ia akan dipenuhi kekacauan, jauh dari ketenangan batin.

2. Merusak Hubungan Pertemanan: Berapa banyak persahabatan yang hancur gara-gara ghibah? Gosip menyebar cepat. Ketika teman yang kita bicarakan tahu, hilanglah sudah kepercayaan. Teman yang awalnya akrab bisa berubah menjadi musuh. Padahal, kepercayaan (trust) adalah fondasi utama dari pertemanan yang berkah.

Ghibah menciptakan lingkungan yang toxic (beracun). Di lingkungan ghibah, tidak ada yang merasa aman. Semua orang akan curiga, karena mereka tahu, saat mereka tidak ada, mereka akan menjadi objek pembicaraan berikutnya.

Penutup: Menebar Kebaikan, Menutup Aib

Saudaraku, mari kita ubah kebiasaan ini. Jadikan lisan kita sebagai sumber pahala, bukan sumber dosa.

Jika kita melihat kekurangan pada teman kita, ada dua pilihan yang mulia:

  1. Nasihati dia secara langsung dengan cara yang lembut dan rahasia. Itulah tugas sahabat sejati.
  2. Tutup aibnya dan doakan dia agar berubah menjadi lebih baik.

Ingatlah sabda Nabi SAW: “Barang siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)

Mari kita berjanji untuk tidak membiarkan lisan dan keyboard kita menjadi ‘alat pemakan bangkai’. Marilah kita fokus memperbaiki diri kita sendiri.

Semoga Allah SWT menjaga lisan kita dari penyakit ghibah dan menjadikan kita pribadi yang hanya menebar kebaikan.

Akhirul Kalam,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.