Penerbitkolofon.com – Jika Kamu sampai pada artikel ini, besar kemungkinan Kamu punya kumpulan puisi yang ingin Kamu abadikan dalam sebuah buku.
Menulis puisi itu seperti menuangkan bagian terdalam dari diri kita—dan menerbitkannya adalah cara untuk memperdengarkan suara hati itu kepada dunia.
Saya ingin mengajak Kamu untuk melangkah bersama dalam proses menerbitkan buku puisi, mulai dari mengatur draf, mengurus legalitas, hingga mencetak dan menjualnya ke pembaca.
Panduan ini saya susun berdasarkan pengalaman saya pribadi sebagai penulis, ditambah riset dari sumber-sumber terpercaya di bidang penerbitan.
1. Menyusun dan Menyunting Draf Puisi
Langkah pertama yang tidak bisa dilewati adalah menyusun puisi menjadi satu naskah utuh. Mungkin Kamu sudah punya banyak puisi yang tersebar di berbagai tempat—catatan harian, ponsel, bahkan media sosial.
Kumpulkan semuanya terlebih dahulu. Kemudian, Kamu bisa mulai mengelompokkan puisi berdasarkan tema, emosi, atau waktu penulisan.
Lalu, penting juga untuk menyunting naskah itu. Percayalah, tidak ada puisi yang terlalu sakral untuk disentuh ulang.
Saya pribadi selalu membaca keras-keras puisi saya untuk mengecek apakah nadanya pas, apakah iramanya sesuai, dan apakah tiap kata bekerja maksimal. Jika Kamu bisa, minta pendapat dari teman sesama penulis, komunitas sastra, atau bahkan editor profesional.
2. Menentukan Judul dan Struktur Buku
Setelah draf siap, Kamu perlu menentukan judul buku puisi. Judul yang baik tidak hanya menarik, tapi juga merepresentasikan jiwa buku tersebut. Banyak penulis puisi memberi judul berdasarkan satu puisi yang paling kuat di dalamnya. Ada juga yang memilih judul simbolik—menyiratkan makna mendalam.
Struktur buku puisi umumnya sederhana. Kamu bisa mulai dengan kata pengantar, lalu membagi puisi ke dalam beberapa bagian (jika memang beragam temanya), dan ditutup dengan catatan penulis atau epilog. Struktur ini membantu pembaca memahami alur emosional buku Kamu.
3. Memilih Jalur Penerbitan
Sekarang kita masuk ke bagian penting—menerbitkan. Di Indonesia, secara umum Kamu bisa memilih tiga jalur penerbitan:
Penerbit Mayor: Cocok jika Kamu ingin menjangkau pasar yang luas. Tapi perlu Kamu tahu, masuk ke penerbit mayor cukup menantang. Mereka biasanya hanya menerima naskah yang sudah sangat matang dan siap jual.
Selain itu, proses seleksi bisa memakan waktu berbulan-bulan. Jika diterima, Kamu akan mendapatkan royalti sekitar 10–15% dari harga jual buku.
Penerbit Indie: Lebih fleksibel dan ramah pada penulis pemula. Penerbit seperti Shira Media, Stiletto Book, atau Deepublish membuka peluang besar untuk genre puisi.
Beberapa dari mereka bahkan menawarkan paket lengkap: editing ringan, layout, desain sampul, hingga pengurusan ISBN. Biayanya bervariasi, mulai dari Rp3 juta hingga Rp7 juta tergantung paket dan jumlah cetakan.
Self-Publishing: Ini jalur yang saya pribadi pilih untuk beberapa buku saya. Self-publishing memberi Kamu kendali penuh—dari naskah, desain, harga, hingga pemasaran. Tapi tentu saja, semuanya Kamu tangani sendiri. Untuk legalitas, Kamu tetap bisa mendaftarkan ISBN melalui Perpustakaan Nasional secara gratis dan hak cipta melalui DJKI.
4. Mengurus ISBN dan Hak Cipta
ISBN (International Standard Book Number) adalah identitas resmi untuk buku Kamu. ISBN membuat bukumu terdata dalam sistem perpustakaan dan toko buku, sehingga lebih mudah ditemukan pembaca.
Jika Kamu menerbitkan lewat penerbit mayor atau indie, mereka biasanya mengurus ini. Tapi kalau Kamu self-publishing, Kamu bisa mengurus ISBN sendiri di website isbn.perpusnas.go.id. Prosesnya cukup mudah, tapi Kamu perlu mendaftarkan diri sebagai penerbit terlebih dahulu.
Selain itu, saya sangat menyarankan Kamu untuk mendaftarkan hak cipta ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Prosesnya kini bisa dilakukan secara online. Dengan mendaftarkan HAKI, Kamu melindungi puisi-puisimu dari plagiarisme dan pembajakan.
5. Mendesain Sampul dan Tata Letak
Sampul buku puisi adalah wajah pertama yang dilihat pembaca. Maka buatlah semenarik mungkin. Jika Kamu bisa desain sendiri, gunakan software seperti Canva Pro atau Adobe Illustrator. Tapi jika tidak, bekerja samalah dengan desainer grafis.
Saran saya, sesuaikan desain sampul dengan nuansa puisi Kamu—jangan terlalu ramai, karena puisi cenderung minimalis dan reflektif. Sertakan judul, nama penulis, dan ilustrasi atau warna dominan yang kuat secara visual.
Untuk tata letak, gunakan ukuran A5 (14,8 x 21 cm) karena nyaman dibaca dan ekonomis untuk dicetak. Gunakan font standar seperti Times New Roman atau Garamond dengan ukuran 12 pt dan spasi 1 atau 1.5. Pastikan penempatan bait dan jeda baris tetap sesuai seperti yang Kamu inginkan.
6. Proses Cetak: Print on Demand atau Massal
Setelah semua siap, Kamu harus menentukan cara mencetak buku.
Print on Demand (POD): Cetak hanya jika ada yang memesan. Cocok untuk Kamu yang baru memulai dan ingin meminimalkan risiko. Beberapa platform seperti Mizanstore dan Shira Media menyediakan layanan POD.
Cetak Massal: Kamu bisa mencetak 100–500 eksemplar sekaligus di percetakan lokal. Biayanya lebih murah per eksemplar, tapi tentu membutuhkan modal lebih besar. Jika Kamu yakin bisa menjual buku secara aktif, ini bisa jadi pilihan lebih hemat.
7. Menjual dan Mendistribusikan Buku
Sekarang saatnya memperkenalkan buku puisi Kamu ke dunia. Ada banyak saluran yang bisa Kamu gunakan:
Marketplace: Jual buku Kamu di Tokopedia, Shopee, atau Bukalapak. Mudah dan menjangkau pembeli dari seluruh Indonesia.
Toko Buku Digital: Daftarkan bukumu ke Google Play Book atau Gramedia Digital. Formatnya bisa PDF atau ePub.
Komunitas dan Media Sosial: Ini andalan saya. Bangun audiens di Instagram atau TikTok. Posting kutipan puisi yang indah dan visual menarik. Buat pre-order agar Kamu bisa memetakan jumlah cetakan.
Acara Sastra: Kamu bisa ikut event literasi, seperti festival buku atau bazar sastra. Ini jadi tempat yang bagus untuk promosi langsung dan membangun jejaring.
8. Promosi dan Branding Pribadi
Menjual buku tidak cukup hanya dengan unggah foto sampul. Kamu perlu membangun personal branding sebagai penyair. Caranya?
Konsisten membagikan puisi di media sosial.
Buat video pendek Kamu membaca puisi.
Ikuti open mic, lomba baca puisi, atau sesi live Instagram.
Kamu juga bisa bekerja sama dengan book influencer atau komunitas pembaca untuk mengulas bukumu.
9. Evaluasi dan Rencana Buku Berikutnya
Setelah buku Kamu beredar, jangan lupa untuk melakukan evaluasi. Perhatikan respons pembaca, jumlah penjualan, dan jalur distribusi yang paling efektif. Dari situ, Kamu bisa belajar untuk proyek berikutnya.
Kamu bahkan bisa membuat seri buku puisi—misalnya trilogi dengan tema berbeda atau antologi berdasarkan pengalaman tertentu. Kalau saya pribadi, saya selalu mencatat semua proses penerbitan untuk memperbaiki langkah di masa depan.
Menerbitkan buku puisi bukan hanya mimpi, tapi langkah nyata yang bisa Kamu ambil mulai hari ini. Tak perlu menunggu “sempurna”—karena kesempurnaan tidak akan datang kalau tidak dilatih dengan pengalaman. Saya percaya setiap puisi yang Kamu tulis menyimpan cerita, dan setiap cerita layak untuk dibagikan. Jangan ragu untuk mulai.