Mencari Penderitaan di Jakarta

Karena tidak semua orang datang ke kota untuk bahagia.

Di kota yang dipuja sebagai pusat segalanya—ekonomi, kekuasaan, pendidikan, dan mimpi—ada sekelompok manusia yang datang bukan untuk mengejar bahagia, melainkan terpaksa menderita karena tidak punya pilihan lain.

Buku ini bukan kumpulan kisah sukses, bukan pula panduan hidup di ibu kota. Ini adalah catatan dari lorong-lorong sempit yang tak pernah masuk televisi, dari suara-suara kecil yang terlalu lirih untuk didengar penguasa. Cerita tentang koper-koper harapan yang digeret menuju Stasiun Gambir tanpa tiket pulang. Tentang waria tua yang menyimpan luka dalam lipstik murah. Tentang antrean panjang bukan untuk konser atau diskon, tapi demi tidur di rumah sendiri.

Ditulis dengan narasi menyelinap di antara satire dan kejujuran, Mencari Penderitaan di Jakarta adalah undangan untuk menengok sisi kota yang sering disembunyikan di balik baliho pembangunan. Buku ini bukan tentang siapa yang berhasil, tapi siapa yang tetap hidup meski gagal—karena kadang, bertahan adalah satu-satunya kemenangan.