SENJAKALA BANGSA MANUSIA

Masihkah kita merdeka sebagai manusia dewasa ini? Sejarah menunjukkan bahwa manusia selalu berhasrat untuk melampaui keterbatasannya. Hal tersebut, konon, belakangan terfasilitasi secara paripurna lewat hadirnya teknologi digital. Sialnya, derivasi ontologis termutakhir manusia itu justru acapkali membidani aneka krisis eksistensial hingga sosiologis. Kalau kita lacak cepat-cepat, kondisi tersebut berakar dari keterpukauan yang berlebihan beberapa dari kita atas fitur-fitur superkognitif yang ditawarkan teknologi digital—apapun bentuknya. Dalam konteks ini, beberapa dari kita sekonyong-konyong menempatkan teknologi digital sebagai makhluk solutif—yang dapat diandalkan dan seketika dipercaya segala bentuk serta kualitas luarannya.

Resepsi semacam itu tentu perlu dipandang hati-hati. Sebab, kita berpotensi untuk tidak bisa mengukur sejauh apa ‘bantuan’ yang kita butuhkan dari teknologi digital. Lagipula, kita sepakat bahwa entitas tersebut bagaimanapun merupakan alat, bukan? Lebih dari itu, kita pun juga rentan dibuat buta dalam memetakan problem-problem sosio-kultural apa yang tengah mengintai kita di tengah kenikmatan sebagai masyarakat digital akhir-akhir ini. Esai-esai yang saya tulis di sini, secara spesifik, akan mencoba mendiskusikan lanskap hubungan manusia bersama teknologi digital untuk masa depan lewat berbagai problem masyarakat hari-hari ini.